batu balai

batu balai
peninggalan sejarah Muntok

Rabu, 02 Desember 2009

Syai-syairku

Kumpulan Buah Karya Goretan tinta
Dari Tangan Nakal Yang Keranjingan
Oleh : Nayrus al-‘Alim el-Rayyan





RAMADHANKU

11 bulan tlah berlalu
Dan kini tiba…
Bulan yang suci
Bulan yang penuh dengan limpahan rahmat dan nikmat

Bergulirnya waktu tak terasakan
Dosa dan maksiat telah banyak dilakukan
Kini tiba bulan yang suci…
Untuk bertaubat dan mohon ampunan pada-Nya,..
Ataukah…….?

Ramadhanku….
Bimbinglah aku….
Asuhlah aku……
Agar aku bisa menebus semua kesalahanku
Sehingga dihari yang fitri nanti
Aku kembali seperti bayi yang baru lahir
Yang bersih seputih kain kaffan
Yang mengingatkan akan kematian
Yang saat-saat bisa menjemputku……

Ya Illahi….
Peliharalah diriku
Dari murka dan laknat-Mu….

04 Desember 2007



PERASAAN HATI

Bila hati tak dapat ditahan tuk berucap
Biarlah air mengalir dengan sendirinya
Tak upaya tuk membendung perasaan
Biarlah hati berbisik

Perlahan…
Jiwa kan terobati
Tanpa beban menyelimuti….


Sungailiat, 30 Oktober 2007

SEBUAH RENUNGAN

Aku bernafas aku hidup
Aku melangkah aku berjalan
Aku merenung aku berfikir
Aku melihat aku faham

Hidup didunia ini ibarat barang titipan
Yang kapan tiba waktunya akan diambil
Tetapi pabila kita bisa memanfaatkannya…
Maka kita akan memperoleh hikmah darinya

Begitu juga dengan hidup…
Jika kita bisa membekali diri dengan amal ibadah
Maka kebahagiaan dan keharmonisanlah yang akan diperoleh
Setelah kematian dating menjemput
Tetapi….
Pabila kita tak membekali diri
Dengan bekal yang diridhai “TUHAN”
Balasan yang didapat setelah kematian datang menjemput
Hanya Dia-lah yang Maha Tahu segala yang nayata dan yang ghoib

Maka bekalilah dirimu….
Lalu bekalilah…..
Agar kita termasuk orang-orang yang beruntung.




AJAL

Ketika nafas tlah berada diujung lidah
Pertandakan ajal akan segera tiba

Ingatlah….
Betapa pedihnya …..
Pabila dikau kembali dalam keadaan su’ul khotimah

Tetapi sebaliknya…
Pabila dikau kembali dalam keadaan husnul khotimah
Pasti dikau akan merasakan
Betapa indahnya kematian

Wahai kawan…
Ingatlah Iah….
Segeralah bertaubat dan selalulah memohon pertolongan dan ampunan pada-Nya

(Kos Qu lama RSS Sungailiat)
Dalam salinan ulang, Minggu 24 Agustus 2008
ROSUL JUNJUNGAN

Wahai kekasih Allah
Engkaulah junjungan kami
Sholawat dan salam
S’lalu kami limpahkan setiap saat hanya padamu

Engakulah manusia paling sempurna
Penerang bagi seluruh ummat manusia
Hingga akhir massa

Oh……..
Kekasih Allah
Engkaulah manusia paling sempurna
Penyempurna akhlak
Bagi seluruh ummat
Hingga hari kiamat

Dalam salinan ulang, Minggu 24 Agustus 2008
LARUTKU

Walaupun malam berlarut
Namun bayangamu tak bisa kulupakan
Alangkah indahnya
Alangkah indahnya
Pabila wujud asli yang ada dihadapanku

Tetapi itu tak mungkin
Untuk aku capai dan nyatakan


Oh kasih tak sampai
Hanya bayanganmu dimataku
Hanya bayanganmu yang ada
Dimataku….
Dikejapan mataku……..

(Kos Qu lama RSS Sungailiat)
Dalam salina ulang, Minggu 24 Agustus 2008





GEMETAR

Deras angin dimalam hari
Membuat bulu kudukku merinding
Rasa antara dua rasa
Rasa takut dan gemetar

Serasa ada yang menghantui
Sehingga perasaaan takutku
Semakin mencekam dan memukaukan

Tetapi tibaa-tiba….
Datang sekelip cahaya putih
Melewati pandangan mataku
Seketika cahaya itu menghilang

Tiba-tiba…..
Rasa takut dan gemetarku
Seketika menghilang…


Dalam salina ulang, Minggu 24 Agustus 2008


BUKAN MAKSUDKU


Keharusanku untuk mengungkapkan perasaan demikian
Bukanlah karena kemauanku sendiri
Akan tetapi kata-kata itu terungkap atas kehendaknya sendiri
Mungkin kata-kata itu terungkap karena memang ia harus terungkap
Dan mungkin Karena memang sepantasnya ia terungkap.
Hanya engkaulah yang bisa memahami menagapa kata-kata itu bisa terungkap
Aku tidak banyak berharap dari kata-kata itu,
Ketulusan dan kejujuranmulah untuk memahami dan menyayangiku apa adanya.

My home: in Menggarau, 11 Desember 2006
Pukul 00.00 s/d selsesai



UNGKAPAN

Hari ini hari kedua bagiku
Untuk menempatkan jasadku disebuah perusahaan yang bernama :
“ Kawasaki Motor Indonesia ”
“ Auto Mandiri Group “

Rasa bosan memang ada, tapi inilah namanya sebuah pekerjaan.
Musti harus dengan kesabaran, ketabahan dan tak lupa harus diiringi dengan do’a dan kegigihan.

Hidup ini butuh perjuangan
Harus dihiasi dengan tekad dan kemauan yang tinggi.

Apabila dihadapi dengan tabah dan sabar, semua akan terlewati walau dipenuhi dengan rintangan.

Sungailiat, 24 Juli 2008











UCAPAN ULTAH

Detik berganti menit…
Menit berganti jam…
Jam berganti hari…
Hari berganti minggu…
Minggu bergati bulan…
Dan bulan berganti tahun…

Hari ini,
12 Desember 2006
Tiada ungkapan dan untaian kata
Yang dapat daku berikan

Selain…
Ucapan “Selamat Ulang tahun”
Atas bertambahnya usiamu
Yang ke-22 tahun
Semoga…
Ini merupakan suatu kebaikan
Untukmu.

Selain itu,
Harapan demi harapan
Pasti daku impikan
Agar kesalahan kesalahan yang ada
Sirna dari pandangan mata

Mari !!!
Kita mulai kembali
Lembaran lembaran baru
Untuk mengukuhkan kekuatan
Dan persatuan kita
Demi tegaknya ukhuwah diantara kita.




BUNGA IMPIAN

Bunga yang selalu aku puja
Harumnya
Bunga yang selalu aku harapkan
Untuk memilikinya

Tapi kenapa,
Aku melihatnya…
Laksana bukit yang suram
Laksana alam yang gersang
Dan laksana dunia yang fatamorgana

Aku tak mengerti,
Kenapa bunga yang menyerbakkan harum
Kini harumya menjadi racun
Yang membahayakan sang kumbang yang menghampiri

Apakah ini…
Derita yang harus dijalani oleh sang kumbang
Oh…
Malang nasib sang kumbang
Yang mengharapkan keharuman bunga

Oh… bungaku
Engkau hany bunga dalam tidurku.

KECANTIKAN

Saudariku…
Engkau dicpitakan oleh Allah SWT.
Dengan bentuk dan rupa yang sempurna

Wajahmu cantik.
Memancarkan aura yang cerah dan ceria
Keanggunanmu membuat yang memandang terharu dan terpana
Dan tidak membosankan

Tetapi perlu diingat saudariku !
Kecantikan hanya bersifat sementara
Dan ia hanya dinilai oleh seseorang saja
Jika ia tidak dihiasi dengan iman dan taqwa
Maka ia hanya bersifat didunia saja
Namun, jika ia dihiasi dengan iman dan taqwa tersebut
Maka ia akan kekal selama-lamanya
Didunia dan diakhirat

Saudariku…
Kecantikan tidak akan indah
Bila tidak diikuti dengan menjalankan syari’at
Maka hiasilah kecantikanmu
Dengan syari’at yang telah ditentukan oleh Allah SWT.
(yaitu dengan menjaga dan melindungi auratmu)


Selamat berjuang dengan tekad yang tinggi !!!
Dan selamat untuk tetap dijalan-Nya.



PENCINTA

Asmara sedang melanda jiwaku…
Yang membuat diriku
Hanyut dalam kehampaan
Seolah kepastian yang diharap
Namun kenistaan yang didapt

Ia bukan Tuhan
Yang harus aku sembah
Setiap saat
Melainkan nafsu yang menguasai
Hatiku.

Aku seorang yang butuh
Akan cinta
Tapi aku bukanlah seorang pencinta
Yang mengikat
Yang mengekang dan membatasi kebebasan

Namun…
Aku adalah pencinta sejati
Yang ingin kesetian dan kebahagiaan

Wahai sang pencinta
Kenalilah cinta yang sesungguhnya
Yaitu cinta yang hakiki
Cinta hanya kepada Illahi rabbi…



MERINDUKAN MU

Ku puisikan kata kata ruhani
Untuk m3ngungkapkan luahan hati
Yang s3dang dilanda k3m3lut asmara
Asmara m3rindukan k3hadiranmu disisiku
Agar aku t3tap b3rsamamu dan tak akan pernah t3rpisah
Walau dunia s3kalipun sirna dari k3b3radaannya
Kar3na 3ngkaulah sang p3ncipta sang maha agung
T3mpat aku m3mohon dan mengabdi
Ya allah…
Hanya k3padamulah daku b3rs3rah dan k3mbali


BUNGA HARAPAN

Bunga yang selalu aku puja
Bunga yang selalu aku harap
untuk memilikinya
mengapa kini ia mulai layu
yang layu tanpa sebab jelas
apakah karena kurang perawatan?
Apakah juga karena musim yang tidak menentu?
Aku bingung
Aku resah
Aku harus berbuat apa
Semua usaha telah aku lakukan
Untuk merawatnya
Namun...
Semua itu sia belaka
Apa mungkin!
Inilah yang harus aku hadapi
Inilah yang harus aku jalani
Oh Bunga
Mengapa engkau tega menyiksa tubuhmu
padahal engkau bunga yang elok
oh bungaku
harapan dan impianku...




Oleh : Nayrus al-‘Alim el-Rayyan (Suryan)
Alamat : Riding Panjang Merawang bangka

Created by :
Nayrus al-‘Alim

Selasa, 01 Desember 2009

Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Sedekah Kampung di Peradong - Bangka Barat

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
DALAM TRADISI SEDEKAH KAMPUNG
DI DESA PERADONG KECAMATAN SIMPANG TERITIP
KABUPATEN BANGKA BARAT
oleh : Suryan Masrin


Abstrak

Diambilnya permasalahan ini berdasarkan pertimbangan, bahwa saat ini semakin surut dan tenggelamnya tradisi-tradisi lokal yang banyak mengadung nilai-nilai pendidikan Islam akibat tradisi-tradisi modern yang serba instant. Untuk itulah, mutlak dibutuhkan usaha untuk menjaga dan melestarikan tradisi lokal tersebut yang ada di Bangka dan memberdayakan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung di dalamnya. Dari apa yang dilakukan oleh masyarakat Peradong, setidaknya merupakan salah satu wujud upaya untuk menjaga dan melestarikan tradisi lokal tersebut, yang di dalamnya menggambarkan bahwa pendidikan, khususnya pendidikan Islam tidak mutlak diperoleh melalui lembaga formal saja.
Penelitian ini merupakan hasil kajian dan pengamatan terhadap nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi sedekah kampung di Desa Peradong kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat. Pengumpulan data utamanya dilakukan melalaui wawancara mendalam (indepth interview) terhadap narasumber dan informan, dan diperkuat dengan pengamatan terlibat (participant observation) serta melalui dokumentasi berupa arsip desa, foto-foto, dan lain sebagainya. Selanjutnya, data yang terkumpul kemudian diperbenturkan dengan teori-teori yang relevan agar didapat gambaran yang vulgar atas kondisi objektif di lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pendidikan Islam melalui tradisi sedekah kampung di Desa Peradong ternyata mampu menjadi salah satu solusi alternatif bagi pengembangan dan peningkatan pendidikan Islam, khusunya bagi anak-anak dan remaja.

Kata-kata Kunci: Nilai-nilai Pendidikan Islam, Tradisi Sedekah Kampung, Kehidupan Beragama, Solusi Alternatif


BAB I
PENDAHULUAN

A. Penegasan Istilah
Penegasan istilah adalah penjelasan tentang istilah-istilah yang menjadi kata-kata kunci (key words) dalam penelitian. Untuk mempermudah dan mempertegas pemahaman tentang pemilihan judul, penulis perlu menjelaskan sekaligus menegaskan istilah-istilah yang terkandung di dalamnya. Nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku. Nilai pendidikan Islam adalah nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam yang berusaha memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya kepribadian yang seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim. Sedangkan nilai-nilai pendidikan Islam merupakan sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu mengabdi pada Allah SWT, baik itu pendidikan keimanan, akhlak (tingkah laku) individu, maupun kehidupan beragama dengan berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Sedangkan dalam Kamus Induk Istilah Ilmiah, tradisi adalah adat kebiasaan dan kepercayaan yang secara turun temurun dipelihara. Pemaknaan tradisi tersebut bukan sebagai pijakan untuk mengartikan makna yang dimaksudkan, tetapi hanya sebagai bahan pertimbangan untuk sebuah penegasan.
Tradisi Sedekah Kampung merupakan upacara adat yang dilakukan untuk mengungkapkan rasa syukur atas anugerah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta, sekaligus memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilakukan dengan berbagai ritual yang terkandung dalam tradisi atau kebiasaan masyarakat kampung yang telah mengakar.
Setelah memberikan penegasan istilah, diharapkan dapat mempermudah penelitian terhadap nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi sedekah kampung di Desa Peradong.

B. Alasan Pemilihan Judul
Pendidikan Islam merupakan topik yang sering dibahas dan dikemukakan ke muka umum. Namun demikian, akan menarik apabila kajian tersebut di lakukan dalam sebuah tradisi keagamaan. Terutama dari aspek nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung di dalamnya. Untuk itulah, seiring dengan semangat Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang menyemarakkan sebagai kepulauan negeri Melayu yang tertuang dalam semboyan Negeri Serumpun Sebalai, dan seiring dengan surutnya tradisi yang bernuansa nilai kemelayuan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang sering diidentikkan dengan ajaran Islam, juga sebagai usaha untuk menyongsong Visit Babel Archiepelago 2010, penulis merasa tertarik untuk meneliti salah satu tradisi di Kepulauan Bangka Belitung yang hampir tidak dikenal lagi. Untuk penelitian ini penulis memfokuskannya pada nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi Sedekah Kampung di Desa Peradong. Adapun judul yang penulis angkat adalah Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Sedekah Kampung di Desa Peradong Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat.

C. Latar Belakang
Setiap bangsa dan suku bangsa tentunya memiliki agama sebagai kepercayaan yang mempengaruhi manusia sebagai individu, juga sebagai pegangan hidup. Di samping agama, kehidupan manusia juga dipengaruhi oleh kebudayaan. Kebudayaan menjadi identitas dari bangsa dan suku bangsa. Suku tersebut memelihara dan melestarikan budaya yang ada. Kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia menurut Alisyahbana; merupakan suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan lain saling berkaitan hingga menjadi suatu sistem, dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.
Tradisi sebagai salah satu bagian dari kebudayaan menurut pakar hukum F. Geny adalah fenomena yang selalu merealisasikan kebutuhan masyarakat. Sebab yang pasti dalam hubungan antar individu, ketetapan kebutuhan hak mereka, dan kebutuhan persamaan yang merupakan asas setiap keadilan menetapkan bahwa kaidah yang dikuatkan adat yang baku itu memiliki balasan materi, yang diharuskan hukum. Kaidah ini sesuai dengan naluri manusia yang tersembunyi, yang tercermin dalam penghormatan tradisi yang baku dan perasaan individu dengan rasa takut ketika melanggar apa yang telah dilakukan pendahulu mereka.
Menurut Prof. Mr. Hardjono dalam I Nyoman Beratha memberikan ulasan singkat bahwa tradisi adalah suatu pengetahuan atau ajaran-ajaran yang diturunkan dari masa ke masa. Ajaran dan pengetahuan tersebut memuat tentang prinsip universal yang digambarkan menjadi kenyataan dan kebenaran yang relatif. Dengan demikian segala kenyataan dan kebenaran dalam alam yang lebih rendah itu adalah peruntukan (application) daripada prinsip-prinsip universal. Sedangkan menurut Dr. Harapandi Dahri, tradisi didefinisikan sebagai berikut:
Tradisi adalah suatu kebiasaan yang teraplikasikan secara terus-menerus dengan berbagai simbol dan aturan yang berlaku pada sebuah komunitas. Awal-mula dari sebuah tradisi adalah ritual-ritual individu kemudian disepakati oleh beberapa kalangan dan akhirnya diaplikasikan secara bersama-sama dan bahkan tak jarang tradisi-tradisi itu berakhir menjadi sebuah ajaran yang jika ditinggalkan akan mendatangakan bahaya.

Tradisi-tradisi tersebut dapat disaksikan pada; ’Upacara Tawar Laut/Ketupat Laut’, ’Tahun Baru Cina’, ’Sembahyang Kubur Cina’, ’Sembahyang Pantai’, ’Kawin Massal’, ’Perang Ketupat’, ’Mandi Belimau’, ’Sedekah Kampung’, ’Rebo Kasan’, ’Nganggung’ dan lainnya yang dilakukan di Kepulauan Bangka Belitung. Tradisi ini dilakukan sebagai pengungkapan atas rasa syukur terhadap anugerah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta, yang kental dengan nuansa keagamaan. Pewarisan tradisi tersebut dapat terjadi melalui pertunjukkan upacara adat pada suatu masyarakat.
Sejalan dengan pengertian di atas, upacara di sini merupakan sumber pengetahuan tentang bagaimana seseorang bertindak dan bersikap terhadap suatu gejala yang diperolehnya melalui proses belajar dari generasi sebelumnya dan kemudian harus diturunkan kepada generasi berikutnya. Ritual keagamaan yang dibungkus dengan bentuk tradisi ini dilakukan secara turun temurun dan berkelanjutan dalam periodik waktu tertentu, bahkan hingga terjadi akulturasi dengan budaya lokal. Seperti apa yang diperlihatkan masyarakat Bangka Belitung dalam pengungkapan rasa syukur atas anugerah yang diberikan oleh Sang Pencipta tersebut.
Kajian penelitian ini difokuskan pada tradisi Sedekah Kampung di Desa Peradong Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat, yang telah melakukan tradisi Sedekah Kampung selama puluhan tahun, yang diwariskan oleh nenek moyang. Perayaan ini biasa dilaksanakan penduduk Desa Peradong setiap tahun bertepatan dengan bulan Maulud (Rabiul Awwal). Biasanya perayaannya berlangsung selama 2 hari, yaitu pada hari Sabtu dan Minggu. Perayaan ini dilaksanakan setelah lima belas hari bulan di langit tahun Hijriyah. Sedekah Kampung seperti halnya tradisi-tradisi lainnya merupakan bagian dari rumpun Pesta Adat yang dikenal dan banyak dilakukan di wilayah pedesaan, yang dalam pelaksanaannya tidak telepas dari nuansa keagamaan.
Terlihat dalam pelaksanaannya (selama dua hari), proses dimulai dengan arak-arakan masyarakat menuju istana untuk melaksanakan ritual upacara permohonan izin melaksanakan Sedekah Kampung. Setelah upacara permohonan izin kepada leluhur, serta setelah naber dan nangkel kampung selesai, kemudian dukun (tetua adat) kembali kekediamannya. Sedangkan arak-arakan masyarakat dilanjutkan dengan penjemputan peserta khataman Al-Qur’an menuju masjid untuk melaksanakan tamat ngaji (betamat ). Setiap arak-arakan yang dilakukan, baik arak-arakan tamat ngaji dan sunatan selalu diiringi dengan semarang (selawatan barzanji ). Upacara ini dilakukan sebagai pertanda bahwa seorang anak yang telah melaksanakan tamat ngaji dianggap pandai membaca Al-Qur’an. Setelah tamat ngaji selesai, acara dilanjutkan dengan nganggung bersama di masjid tersebut. Pada malam harinya (malam minggu) diadakan hiburan kampung, yaitu penampilan musik Dambus dan Campak serta nyanyian lagu-lagu daerah yang diiringi dengan tarian oleh ibu-ibu dan gadis-gadis penduduk.
Hari berikutnya, dilaksanakan upacara Sunat Kapong. Dimulai pukul 03.00 WIB, peserta (anak-anak) yang akan disunat berendam di dalam air (dalam dialek masyarakat setempat ’di Aek Kapong’) kurang lebih selama 3 jam, kemudian kira-kira pukul 06.00-07.00 WIB pelaksanaan sunatan yang dilakukan oleh mudim (tukang sunat kampung). Setelah selesai, peserta sunatan diarak keliling kampung dengan menggunakan kereta hiasan dengan berbagai macam variasi. Dapat dilihat, bahwa di dalam proses pelaksanaannya banyak terdapat nilai-nilai ajaran Islam, khususnya khataman Al-Qur’an, semarang (selawatan barzanji) dan sunatan yang merupakan sunnah Rasulullah SAW yang harus tetap dipanuti dan dijalankan.
Pendidikan Islam diperoleh tidak mesti harus dengan jenjang pendidikan formal. Inilah yang dilakukan oleh masyarakat desa Peradong untuk memotivasi dan menarik minat masyarakat, khususnya anak-anak untuk belajar agama. Pelaksanaan Sedekah Kampung, selain sebagai pengungkapan rasa syukur atas anugerah dari Sang Pencipta, juga sebagai motivasi bagi generasi muda untuk mendalami ajaran agama Islam. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk tetap menjaga dan melestarikannya.

D. Rumusan dan Batasan Masalah
Ruang lingkup dan batasan kegiatan penelitian ini menitikberatkan pada penelitian nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tradisi Sedekah Kampung di Desa Peradong Kecamatan Simpang Teritip. Atas dasar itulah penelitian ini merumuskan:
1. Mengapa masyarakat Desa Peradong melakukan Sedekah Kampung?
2. Bagaimana proses pelaksanaan Sedekah Kampung di Desa Peradong?
3. Nilai-nilai pendidikan Islam apa saja yang terkandung dalam Sedekah Kampung?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan:
a. Menjelaskan tujuan dilaksanakannya Sedekah Kampung di Desa Peradong
b. Menjelaskan proses pelaksanaan Sedekah Kampung di Desa Peradong
c. Menjelaskan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Sedekah Kampung
2. Kegunaan Penelitian:

a. Secara teoritis dapat menambah pengetahuan tentang salah satu bagian dari tradisi masyarakat Bangka Belitung yang masih bertahan hingga saat ini, juga sebagai usaha untuk memperkaya kepustakaan budaya.
b. Secara praktis diharapkan agar menjadi informasi yang penting bagi pemerintah mengenai tradisi masyarakat Bangka Belitung. Juga sebagai pengetahuan untuk meninjau kembali program pengembangan kebudayaan di Kabupaten Bangka Barat, khususnya di Kecamatan Simpang Teritip. Selain itu juga semoga dapat menjadi informasi bagi kajian-kajian yang sejenis dengan cara memahami bentuk-bentuk yang menyimpan makna bagi kehidupan orang banyak dan bermanfaat untuk memahami tradisi-tradisi lain yang sejenis yang ada pada masyarakat Bangka Belitung.

F. Telaah Pustaka
Berbagai hasil peneletian yang telah dilakukan sebelumnya, mengenai tradisi keagamaan yang di dalamnya memuat berbagai ritual, seperti penelitian yang dilakukan oleh Y. Sumandiyo Hadi di wilayah Parokial Ganjuran Kabupaten Bantul, tentang “Pembentukan Simbol Eksprensif Dalam Ritual Agama: Studi Tentang Inkulturasi Liturgi di Gereja Katolik Paroki Ganjuran, Bantul, Yogyakarta”, menyebutkan bahwa inkulturasi bentuk upacara tradisi keagamaan tersebut dipahami sebagai sesuatu yang berbeda atau variasi (deferensiasi). Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh kebudayaan Indonesia di masa lalu yang masih mewarnai sampai sekarang, yaitu karena adanya dualisme kebudayaan yang menunjukkan dua sub sistem dalam masyarakat nasional.
Dari hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa pembentukan simbol dalam upacara liturgi sebagai proses inkulturasi Jawa yang mengandung unsur mitos, banyak dapat dilihat misalnya pemujaan dengan ngobong menyan atau membakar kemenyan dengan anglo, jenis toya suci kembang telon, simbol makna angka sembilan, angka tiga, simbol warna, ngalab berkah gunungan, dhahar kembul berupa kue apem, dan sebagainya, dipercaya mengandung magi kekuatan atau kebaikan.
Sejalan dengan hal di atas, Harapandi Dahri juga melakukan penelitian serupa terhadap tradisi Tabot di Bengkulu. Dari penelitiannya, membuktikan bahwa di dalam tradisi tabot tersebut memiliki beberapa ritual, di antaranya; mengambik tanah (mengambil tanah), duduk penja (mencuci jari-jari), menjara (berkunjunga), meradai (mengumpulkan dana), arak penja (mengarak jari-jari), arak serban (mengarak surban), gam (tenang berkabung), arak gedang (taptu akbar), dan tabot tebuang (tabot terbuang).
Dari penelitiann tersebut terdapat tiga nilai-nilai yang terkandung dalam upacara pelaksanaan tabot, yaitu; nilai agama (sakral), sejarah, dan sosial. Nilai agama (sakral), pertama, dalam proses mengambik tanah mengingatkan manusia akan asal penciptaanya; kedua, pengunaan mantra-mantra dan ayat-ayat suci dalam prosesi mengambik tanah, esensinya adalah untuk menyadarkan kita bahwa keberagamaan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai budaya lokal; ketiga, pelaksanaan upacara tabot merupakan perayaan untuk menyambut tahun baru Islam.
Sementara, nilai sejarah yang terkandung dalam budaya tabot adalah sebagai manifestasi kecintaan dan untuk mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali yang terbunuh di Padang Karbala.
Adapun nilai sosial yang terkadung di dalamnya antara lain mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak kekuasaan dan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Ermiwati di Dusun Pejem Gunung Pelawan Kecamatan Belinyu, Bangka tentang adat istiadat Suku Mapur di Dusun Pejem, dengan memfokuskan penelitian pada aspek dampak adat istiadat terhadap kehidupan keagamaan masyarakat Islam Suku Mapur.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dampak positif dari adat istiadat (ajaran leluhur) adalah sebagai penata masyarakat, salah satu di antaranya toleransi terhadap keyakinan orang lain yang masih kental diterapkan, terutama kepada agama Islam.
Dari penelusuran kepustakaan ini, menunjukkan bahwa tradisi keagamaan yang dinamakan dengan ’Sedekah Kampung’ yang berkembang di lingkungan pedesaan, khusunya di Desa Peradong Kecamatan Simpang Teritip berbeda dengan di tempat lainnya. Walaupun maksud dari pelaksanaan tersebut sama, namun corak dan gayanya berbeda. Tidak menuntut kemungkinan adanya pengaruh atau perembesan budaya, dari budaya yang dipandang lebih tinggi, yang biasanya memancarkan sinarnya kepada budaya rakyat atau desa.
Sedekah Kampung tergolong sebagai upacara jenis ceremony karena Sedekah Kampung merupakan tingkah laku pengukuhan dari pernyataan kelompok terhadap situasi tertentu, sebagai pengungkapan rasa syukur atas anugerah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta.
Setelah penelaahan tersebut, penulis akan melakukan penelitian terhadap tradisi Sedekah Kampung di Desa Peradong Kecamatan Simpang Teritip, dengan memfokuskan pada aspek nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung di dalamnya.

G. Landasan Teori
Pernyataan Geertz, yang menjelaskan bahwa kebudayaan dapat dilihat pada peristiwa-peristiwa publik seperti ritual, festival atau perayaan tertentu, karena pada peristiwa-peristiwa tersebut orang mengekspresikan tema-tema kehidupan sosial melalui tindakan simbolik. Sebagai sistem-sistem yang saling terkait dari tanda-tanda yang dapat ditafsirkan (dengan mengabaikan pemakaian yang sempit, akan disebut simbol-simbol), kebudayaan bukanlah sebuah kekuatan untuk memberikan ciri kausal pada peristiwa-peristiwa sosial, perilaku-perilaku, pranata-pranata, atau proses-proses. Lanjutnya, kebudayaan merupakan sebuah konteks yang di dalamnya semua hal itu dapat dijelaskan dengan terang yakni secara mendalam. Menurut Geertz, seorang antropolog dapat melakukan interpretasi terhadap kejadian-kejadian atau kelakuan masyarakat dengan memperlakukannya sebagai ‘teks’ (teks sosial), yakni sebagai model realitas dan model untuk realitas sehingga dapat mengungkapkan makna di balik pola sosial dimaksud.
Dalam tradisi, ‘teks’ tersebut berupaya menggambarkan kepada masyarakat bagaimana berkelakuan. Eaton memberikan penjelasan, bahwa ”tradisi-tradisi agama yang ‘diturunkan’ atas manusia (meminjam frase yang sering digunakan Al-Qur’an) mengaku menawarkan sebuah paspor menuju surga. Jika hal ini benar; sesungguhnya ia merupakan kekayaan yang tak ternilai juga.” Tradisi sebagai salah satu bagian dari kebudayaan sebagaimana telah dikemukakan oleh pakar hukum F. Geny adalah fenomena yang selalu merealisasikan kebutuhan masyarakat yang dikuatkan adat yang baku, yang tercermin dalam penghormatan tradisi yang baku dan perasaan individu dengan rasa takut ketika melanggar apa yang telah dilakukan pendahulu mereka.
Konsep mengenai nilai-nilai agama sebagaimana digambarkan kaum orientalis Eropa tentang kehebatan Islam yang dengan nilai-nilai Samawi-nya mampu menggerakkan umat menjadi dinamis, maju lahir dan batin. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), nilai samawi harus mampu berfungsi secara aktual sebagai filter, selektor, dan pengontrolan terhadap akibat negatif nilai-nilai yang ditimbulkan oleh kemajuan iptek tersebut. Dengan demikian pendidikan Islam dapat memberikan kemampuan untuk pencernaan terhadap perkembangan tersebut.
Pendidikan, jika dipersepsikan sebagai alat enkulturasi umat manusia, maka segala bentuk atau unsur pengaruh dari perubahan sosial juga melanda dunia pendidikan, karena pendidikan sangat erat hubungannya dengan kondisi masyarakat yang harus dibudayakan. Dalam tradisi Sedekah Kampung yang kental dengan nuansa keagamaan, memiliki nilai-nilai ajaran Islam yang dibungkus dalam ritual keagamaan, memainkan peranan penting bagi kelangsungan pendidikan Islam secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itulah pendidikan, khususnya pendidikan Islam diperoleh tidak hanya melalui institusi pendidikan saja, melainkan juga bisa melalui berbagai hal.
Pendekatan yang digunakan untuk mengkaji nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Sedekah Kampung ini menggunakan pendekatan ’antropologi budaya’ (sering disebut dengan antropologi atau antropologi sosial budaya) yang berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan manusia sebagai makhluk sosial atau manusia sebagai makhluk yang hidup dalam kelompok atau masyarakat. Seperti pernyataan yang dikembangkan oleh Ralp Linton bahwa kebudayaan mencakup seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan. Kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan, yang meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan, sikap-sikap dan juga hasil dari kegiatan yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu.

H. Metodologi penelitian

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah masyarakat Desa Peradong Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat terutama sebagai narasumber, yaitu tetua adat (sebagai narasumber utama), tokoh agama, dan penghulu. Sedangkan kepala desa, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat hanya dijadikan sebagai informan.

3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Dari sumber data yang telah dihimpun di lapangan, maka jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang merupakan bentuk luar dari ciri-ciri yang teramati yang membantu dalam memahami interpretasi yang diberikan informan. Data yang merupakan interpretasi yang dikemukakan oleh informan, yaitu data yang dihimpun, yang berhubungan dengan ritual tradisi Sedekah kampung, kehidupan beragama, nilai-nilai pendidikan Islam dan aktivitas kebiasaan masyarakat Desa Peradong.
b. Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini diambil dari:
1) Data primer adalah data yang didapatkan melalui narasumber, yaitu tetua adat, tokoh agama, dan penghulu, serta melalui informan (kepala desa, tokoh pemuda, dan tokoh masyarakat). Selain itu, data tersebut diperoleh melalui pengamatan lapangan (pada waktu pelaksanaan tradisi Sedekah Kampung).
2) Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber-sumber yang mendukung seperti dokumentasi, arsip desa, balai adat, catatan pribadi, dan referensi yang berkaitan dengan penelitian.

4. Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara mendalam dan langsung (indepth interview) kepada narasumber dan informan. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data berupa sejarah dilaksanakannya Sedekah Kampung, upaya masyarakat mempertahankan tradisi, unsur-unsur ritual yang terkandung, nilai-nilai pendidikan Islam dan tujuan dilaksanaannya.
b. Observasi langsung terlibat (participant observation), teknik/metode ini digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta empirik yang tampak (kasat mata) dan guna memperoleh dimensi-dimensi baru untuk pemahaman konteks maupun fenomena yang diteliti, yang digunakan untuk mendapatkan data mengenai kehidupan beragama dan aktivitas kebiasaan masyarakat Desa Peradong.
c. Dokumentasi, metode ini merupakan pengumpulan data yang mendukung kegiatan penelitian, seperti data asal usul Desa Peradong, letak wilayah, kondisi geografis, kependudukan, sosial budaya, fasilitas sosial, struktur pemerintahan desa, dan kehidupan beragama, lebih singkatnya potret masyarakat Desa Peradong.

5. Teknik Analisis Data
Setelah semua data terkumpul dan dihimpun, selanjutnya di lakukan analisis data. Dalam penelitian kualitatif, data yang terkumpul di analisis setiap waktu secara induktif, selama penelitian berlangsung dengan mengolah bahan empirik (synthesizing), supaya dapat disederhanakan ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca, dipahami, dan diinterpretasikan. Analisis data dalam penelitian ini, menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menghubungkan dan menafsirkan hasil data kemudian memberi kesimpulan induktif berdasarkan/berkenaan dengan kualitas atau mutu. Analisis ini juga disebut dengan analisis data kualitatif, yaitu data yang berhubungan dengan katagorisasi, karakteristik atau sifat sesuatu.

I. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran lebih jelas mengenai nilai-nilai pendidikan Islam dalam Tradisi Sedekah Kampung, maka sistematika pembahasan ini disajikan dalam beberapa bab yang tersusun saling berhubungan secara sistematis dan organis sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini berisikan tentang penegasan istilah, alasan pemilihan judul, latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Nilai-Nilai Pendidikan Islam, bab ini menguraikan tentang kerangka teoritis mengenai pengertian pendidikan Islam dan nilai-nilai pendidikan Islam.
Bab III Potret Masyarakat Peradong, setelah menguraikan kerangka teoritis pembahasan, dilanjutkan dengan gambaran kondisi objektif lokasi penelitian yang berisikan tentang asal mula Desa Peradong, letak wilayah, kondisi geografis, kependudukan, sosial budaya, fasilitas sosial, pemerintahan desa, dan kehidupan beragama.
Bab IV Sedekah Kampung Dalam Masyarakat Peradong, dalam bab ini menjelaskan tentang prosesi pelaksanaan tradisi sedekah kampung di Desa Peradong dan sedekah kampung dalam kehidupan beragama masyarakat Desa Peradong.
Bab V Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Sedekah Kampung di Desa Peradong, bab ini merupakan inti dari penelitian yang menguraikan tentang nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Tradisi Sedekah Kampung di Desa Peradong.
Bab VI Kesimpulan dan Saran, bab ini merupakan simpulan dari seluruh isi penelitian dan saran yang disampaikan berkaitan dengan hasil laporan penelitian.


BAB II
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Nilai
Untuk memahami pengertian nilai berikut ini akan disajikan pendapat menurut Schwartz (1994): “Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as guiding principles in the life of a person or other social entity.” Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat. Lebih lanjut Schwartz juga menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan, 2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Menurut Sidi Gazalba, nilai merupakan sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Sedang menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.

B. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan adalah proses yang berlangsung untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan dalam tingkah laku manusia. Menurut Ahmad D. Marimba yang dikutip oleh Heri Noer Aly, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Sedangkan pengertian pendidikan menurut Soegarda Poerbakawaca yang dikutip oleh Abuddin Nata, ialah semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani dalam pergaulan bersama sebaik-baiknya. Adapun menurut Hujair AH Sanaky, pendidikan adalah usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa datang.
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang tua (pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia supaya dapat berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan, yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Pendidikan Islam menurut Tadjab secara sederhana dapat diartikan sebagai pendidikan yang dilaksanakan dengan bersumber dan berdasar atas ajaran agama Islam. Menurut Hery Noer Aly, pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.
Sedangkan menurut Endang Saipuddin Anshari, ia mendefinisikan pendidikan Islam menjadi dua bagian; pertama dalam arti yang luas adalah proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, dan asuhan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, dan lain sebagainya) dan raga objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan metode tertentu. Dilakukan dalam jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam. Kedua, pendidikan Islam dalam arti khusus adalah pendidikan yang materi didiknya adalah Al-Islam, akidah, syari’ah (ibadah dan muamalah) dan akhlak Islam, seperti pendidikan agama Islam di perguruan tinggi.
Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli, namun dari beberapa pengertian tersebut yang dapat kita petik, pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian Muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup, yaitu mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya.

C. Landasan dan Tujuan Pendidikan Islam
1. Landasan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan ajaran-ajarannya ke dalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunah. Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan Islam ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat universal yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahih juga pendapat para sahabat dan ulama sebagai tambahan. Nilai-nilai luhur tersebut diuraikan sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an terdapat ajaran yang berisi prinsip-prinsip yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca dalam kisah Luqman yang mengajari anaknya dalam surat Luqman. Al-Qur’an adalah petunjuk-Nya yang bila dipelajari akan membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman berbagai problem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan menjadi pikiran rasa dan karsa mengarah pada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan masyarakat.
b. As-Sunah
Setelah Al-Qur’an, pendidikan Islam menjadikan As-Sunnah sebagai dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah ’sunnah’ berarti jalan, metode dan program. Secara istilah ’sunnah’ adalah perkara yang dijelaskan melalui sanad yang sahih baik itu berupa perkataan, perbuatan atau sifat Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana Al-Qur’an, sunnah berisi petunjuk-petunjuk untuk kemaslahatan manusia dalam segala aspeknya yang membina manusia menjadi Muslim yang bertaqwa. Dalam dunia pendidikan sunnah memiliki dua faedah yang sangat besar, yakni:
• Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat di dalamnya.
• Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah SAW bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan ke dalam jiwa yang dilakukannya.

2. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Secara umum menurut Hery Noer Aly, tujuan adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha. Pengertian tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya, maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup.
Adapun tujuan pendidikan Islam menurut Imam Al-Ghazali, ialah kesempurnaan insani di dunia dan akhirat. Manusia akan mencapai kesempurnaan melalui pencarian keutamaan dengan menggunakan ilmu. Keutamaan itu akan memberinya kebahagiaan di dunia serta mendekatkannya kepada Allah SWT, sehingga dia juga akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat.
Sedangkan menurut Muhammad Munir Mursa, tujuan terpenting pendidikan Islam adalah tercapainya kesempurnaan insani, karena Islam sendiri merupakan manifestasi tercapainya kesempurnaan agamawi. Dan menurut pendapat Abdul Fattah Jalal, tujuan akhir pendidikan Islam adalah menjadikan manusia sebagai abdi atau hamba Allah SWT.
Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah ”membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah SWT dan khalifah-Nya, untuk membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah (untuk bertaqwa kepada-Nya).”
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

Artinya: Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Berdasarkan penjelasan dan rincian tentang tujuan pendidikan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan nilai pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1) Menyiapkan dan membiasakan anak dengan ajaran Islam sejak kecil agar menjadi hamba Allah SWT yang beriman.
2) Membentuk anak Muslim dengan perawatan, bimbingan, asuhan, dan pendidikan pra natal sehingga dalam dirinya tertanam kuat nilai-nilai keislaman yang sesuai dengan fitrahnya.
3) Mengembangkan potensi, bakat, dan kecerdasan anak sehingga mereka dapat merealisasikan dirinya sebagai pribadi Muslim.
4) Memperluas pandangan hidup dan wawasan keilmuan bagi anak sebagai makhluk individu dan sosial

D. Nilai-nilai Pendidikan Islam
Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai, dan nilai itu selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya pendidikan. Pada hakikatnya pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai, baik sebagai proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian terhadap nilai. Lebih dari itu fungsi pendidikan Islam adalah pewarisan dan pengembangan nilai-nilai dienul Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan kebutuhan tenaga di semua tingkat dan bidang pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Nilai pendidikan Islam perlu ditanamkan pada anak sejak kecil agar mengetahui nilai-nilai agama dalam kehidupannya.
Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai islami yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatu rangkaian atau sistem di dalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa anak sehingga bisa memberi out put bagi pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat luas.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan mengemukakan nilai-nilai pendidikan Islam secara umum menurut yang dikemukakan oleh Dr. Zulkarnain, yakni; nilai tauhid/aqidah, ibadah (’ubudiyah), Akhlak, dan nilai kemasyarakatan, yang merupakan dasar pokok dan harus ditanamkan pada anak sejak dini.

1. Nilai Tauhid/Aqidah (Keimanan)
Tauhid atau aqidah (iman) adalah kepercayaan yang terhujam ke dalam hati dengan penuh keyakinan, tidak ada perasaan syak (ragu-ragu), serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas keseharian. Al-Ghazali mengatakan iman adalah megucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan. Pendidikan keimanan termasuk aspek pendidikan yang patut mendapat perhatian yang pertama dan utama dari orang tua. Memberikan pendidikan ini pada anak merupakan sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Pasalnya iman merupakan pilar yang mendasari keislaman seseorang.
Aqidah (iman) yang kuat dan tertanam dalam jiwa seseorang merupakan hal yang penting dalam perkembangan pendidikan. Salah satu yang bisa menguatkan aqidah adalah memiliki nilai pengorbanan dalam dirinya demi membela aqidah yang diyakini kebenarannya. Semakin kuat nilai pengorbanannnya akan semakin kokoh aqidah yang ia miliki.
Keimanan merupakan landasan pokok bagi kehidupan yang sesuai dengan fitrah manusia, karena manusia mempunyai sifat dan kecenderungan untuk mengalami dan mempercayai adanya Tuhan. Oleh karena itu penanaman keimanan harus diperhatikan dan tidak boleh dilupakan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 30:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. (fitrah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Ar-Rum : 30).”

Dengan fitrah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagaimana dalam ayat di atas, maka manusia mempunyai kewajiban untuk memelihara fitrah dan mengembangkannya.

2. Nilai Ibadah
Ibadah yang dimaksud adalah pengabdian ritual sebagaimana diperintahkan dan diatur di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Aspek ibadah ini di samping bermanfaat bagi kehidupan duniawi, tetapi yang paling utama adalah sebagai bukti dari kepatuhan manusia memenuhi perintah-perintah Allah SWT. Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang Muslim dalam meyakini dan mempedomani aqidah Islamiyah.
Pedidikan ibadah merupakan salah satu aspek pendidikan Islam yang perlu diperhatikan. Semua ibadah dalam Islam bertujuan membawa manusia supaya selalu ingat kepada Allah SWT. Oleh karena itu ibadah merupakan tujuan hidup manusia diciptakan-Nya di muka bumi. Allah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

Artinya: ”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembah-Ku (QS. Adz Dzaariyat: 56).”

Ibadah yang dimaksud bukan ibadah ritual saja tetapi ibadah yang dimaksud di sini adalah ibadah dalam arti umum dan khusus. Ibadah umum yaitu segala amalan yang dizinkan Allah SWT, sedangan ibadah khusus yaitu segala sesuatu (apa) yang telah ditetapkan Allah SWT dengan perincian-perinciannya, tingkat, dan cara-caranya yang tertentu.
Usia balig merupakan batas Taklif (pembebanan hukum syar’i) apa yang diwajibkan syari’at pada seorang Muslim maka wajib dilakukannya, sedang yang diharamkan wajib menjauhinya. Salah satu kewajiban yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari adalah shalat lima waktu. Orang tua wajib mendidik anak-anaknya untuk melaksanakan shalat, apabila ia tidak melaksanakan maka orang tua wajib memukulnya.
Sebagaimana pendidikan yang diberikan Luqman pada anak-anaknya merupakan contoh baik bagi orang tua. Luqman menyuruh anak-anaknya shalat ketika mereka masih kecil, dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:

يبُنَىَّ أَقِمِ الصَّلَوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَآ أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الاٍّمُورِ

Artinya: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. (QS. Luqman: 17).”

Dari ayat tersebut, Luqman menanamkan nilai-nilai ibadah kepada anak-anaknya sejak dini. Dia bermaksud agar anak-anaknya mengenal tujuan hidup manusia, yaitu menghambakan diri kepada Allah SWT bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah SWT. Apa yang dilakukan Luqman kepada anak-anaknya bisa dicontoh orang tua zaman sekarang ini. Rasulullah SAW. memberikan tauladan pada umatnya tentang nilai ibadah. Beliau mengajarkan anak yang berusia tujuh tahun harus sudah dilatih shalat dan ketika berusia sepuluh tahun mulai disiplin shalatnya, sabda Nabi SAW:





Dari Umar bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Suruhlah anak-anak kalian berlatih shalat sejak mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka jika meninggalkan shalat pada usia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka (sejak usia 10 tahun)”. (HR. Abu Dawud).

Oleh karena itu, nilai ibadah yang benar-benar Islamiyyah mesti dijadikan salah satu pokok dalam pendidikan, khususnya pendidikan anak. Orang tua dapat menanamkan nilai-nilai ibadah pada anak dan berharap nantinya ia akan tumbuh menjadi insan yang tekun beribadah secara benar sesuai dengan ajaran Islam.
Muatan ibadah dalam pendidikan Islam diorientasikan kepada bagaimana manusia mampu memenuhi hal-hal sebagai berikut: ”Pertama, menjalin hubungan utuh dan langsung dengan Allah SWT. Kedua, menjaga hubungan dengan sesama insan. Ketiga, kemampuan menjaga dan menyerahkan dirinya sendiri.”
Dengan demikian, aspek ibadah dapat dikatakan sebagai alat untuk digunakan oleh manusia dalam rangka memperbaiki akhlak dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

3. Nilai Akhlak
Tidak dapat diragukan lagi bahwa akhlak yang baik dan tingkah laku yang bagus merupakan buah dari iman yang mantap dan pertumbuhan agama yang benar. Akhlak menjadi masalah yang penting dalam perjalanan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Sebab akhlak memberi norma-norma atau aturan baik dan buruk yang menentukan kualitas pribadi manusia dalam menjalani kehidupan.
Dalam akhlak Islam, norma-norma atau aturan baik dan buruk telah ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu, Islam tidak merekomendasikan kebebasan manusia untuk menentukan norma-norma akhlak secara otonom (pribadi). Islam menegaskan bahwa hati nurani senantiasa mengajak manusia mengikuti yang baik dan menjauhkan yang buruk. Dengan demikian, hati dapat menjadi ukuran baik dan buruk pribadi manusia.
Pentingnya akhlak, dalam hal ini tidak terbatas pada perseorangan saja, melainkan penting untuk masyarakat, umat, dan kemanusiaan seluruhnya. Akhlak dalam diri manusia timbul dan tumbuh dari dalam jiwa, kemudian berbuah ke segenap anggota yang menggerakkan amal-amal serta menghasilkan sifat-sifat yang baik serta menjauhi segala larangan terhadap sesuatu yang buruk yang membawa manusia ke dalam kesesatan. Puncak dari akhlak tersebut adalah pencapaian; 1) Irsyad, yakni kemampuan membedakan antara amal yang baik dan buruk; 2) Taufiq, yaitu perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dengan akal sehat; dan 3) Hidayah, yakni gemar melakukan perbuatan baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela.

4. Nilai Kemasyarakatan
Bidang kemasyarakatan ini mencakup pengaturan pergaulan hidup manusia di atas bumi, misalnya pengaturan tentang benda, ketatanegaraan, hubungan antarnegara, hubungan antarmanusia dalam dimensi sosial, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dapat dikatakan sebagai kaidah muamalah, sebagaimana telah dijelaskan oleh Endang Saifuddin Anshari di atas, mencakup dua bagian;
a) Al-Qanunul Khas ’hukum perdata’ yang meliputi; (1) muamalah dalam arti sempit sama dengan hukum niaga, (2) munakahah (hukum nikah), (3) waratsah ( hukum waris), dan lain sebagainya.
b) Al-Qanunul ’Am ’hukum publik’ yang meliputi; (1) jinayah (hukum pidana), (2) khilafah (hukum kenegaraan), (3) jihad (hukum perang dan damai), dan lain sebagainya.

BAB III
POTRET MASYARAKAT PERADONG

A. Asal Mula Desa Peradong
Masyarakat Peradong pada awalnya tinggal di daerah perbukitan dan pesisir pantai, kemudian mereka bercocok tanam di daerah tersebut. Setelah sekian lama tinggal, mereka merasa butuh tempat untuk bermukim (menetap dalam sebuah perkampungan). Setelah dilakukan pertemuan untuk menentukan tempat bermukim, maka diutuslah salah seorang di antara mereka untuk menelusuri daerah tersebut dan mencari tempat yang cocok untuk dijadikan tempat bermukim. Kemudian ditemukanlah tempat tersebut, yaitu di kawasan dataran rendah dekat dari sungai yang kemudian sungai tersebut dinamakan dengan Sungai Pelangas. Dinamakan dengan Sungai Pelangas karena sumber aliran sungai tersebut berasal dari Gunung Pelangas, yang alirannya melewati Desa Berang hingga ke Desa Peradong. Dari Desa Peradong aliran sungai mengalir hingga ke pesisir pantai dan bertemu dengan air laut. Pertemuan antara air sungai dengan air laut tersebut disebut dengan ’muara’, atau masyarakat setempat biasa mengenalnya dengan sebutan ’kuala’. Pantai tersebut kemudian dinamakan dengan Pantai Mesirak dan 200 meter berikutnya ada juga pantai yang dinamakan dengan Pantai Metibak. Kedua pantai ini bila ditelusuri menuju hingga ke Pantai Tanjung Ular yang berada di daerah Muntok kabupaten Bangka Barat.
Setelah itu mulailah penduduk melakukan penggarapan di tempat mukim (tempat tinggal) yang baru tersebut. Seperti diceritakan oleh Kek Jemat salah seorang tetua adat Desa Peradong (dikenal sebagai dukun kampung) bahwa “sewaktu penduduk tersebut mulai melakukan penggarapan tempat mukim yang baru tersebut, banyak kayu-kayu (pohon) besar yang harus ditebang”. Kayu tersebut dikenal penduduk dengan sebutan kayeow Peradong yang besarnya sampai tige pelok (tiga pelukan orang dewasa). Untuk menebang kayu tersebut menurut tetua adat harus menggunakan/memberikan sesajen (sesembahan), berupa bubur puteh mirah ditambah dengan pulot item dan telok ayem butet.
Inilah cikal bakal berdirinya Desa Peradong (Kapong Peradong). Mungkin dinamakan demikian karena banyaknya kayu Peradong yang besar-besar. Bahkan menurut Kek Jemat bahwa; ”Kapong Peradong ik adelah kapong yang paling dulok kalei ade di wilayah kita suwat ik (di Kecamatan Simpang Teritip, Kelapa, Jebus dan sekitar Muntok)”. (Kampung Peradong ini adalah kampung–desa–dusun yang paling pertama kali ada di wilayah kita sekarang ini (di Kecamatan Simpang Teritip, Kelapa, Jebus, dan sekitar Muntok)).
Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, memang benar Desa Peradong merupakan desa yang pertama kali, tetapi hanya di sekitar Kecamatan Simpang Teritip, khususnya di sekitar Desa Pangek, Air Nyatoh, dan Berang. Seperti diceritakan oleh Atok Pardi (dikenal masyarakat dengan panggilan Mang Pek) bahwa Desa Pangek, Air Nyatoh, dan Berang merupakan desa yang tanahya pemberian dari tanah milik Desa Peradong. Hal ini juga dibenarkan oleh Nek Limah, bahwa seingat beliau yang sekarang telah berumur 90-an lebih tahun, Kampung Peradong sudah menjadi tempat tinggal masyarakat. Menurut beliau, bahwa Kampung Peradong telah ada semasa penjajahan Belanda. Untuk keberadaannya tidak diketahui apakah Kampung Peradong telah ada sebelum penjajahan Belanda atau semasa penjajahan Belanda. Pada masa itu, untuk jabatan kepala desa masih menggunakan istilah Gegading.

B. Letak Wilayah
Desa Peradong mempunyai dua dusun, yaitu Dusun Peradong dan Dusun Menggarau. Antara Dusun Peradong dan Dusun Menggarau dibatasi oleh Sungai Pelangas. Desa Peradong menempati wilayah seluas 40 Km², memiliki tanah basah seluas 5,6 ha, hutan lindung seluas 221 ha, hutan produksi seluas 272 ha, dan hutan konversi seluas 165 ha. Secara administratif batas wilayah Desa Peradong, di sebelah utara berbatasan dengan Desa Air Nyatoh, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pengek, sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna, sedangkan sebelah timurnya berbatasan dengan Desa Berang dan Desa Ibul. Dengan orbitasi jarak tempuh ke ibu kota kecamatan sekitar 5 Km, jarak ke ibu kota kabupaten sekitar 39 Km, dan jarak tempuh ke ibu kota provinsi sekitar 105 Km.














Gambar I
Peta Kecamatan Simpang Teritip dan Desa Peradong
Kabupaten Bangka Barat



C. Kondisi Geografis
Secara geografis terletak pada 105˚.00-106˚.00 detik Bujur Timur dan 01˚.00-02˚.00 menit Lintang Selatan dengan curah hujan rata-rata 100 mm per bulan atau sekitar enam bulan jumlah bulan hujan (tergolong iklim tropis dan basah), dan suhu udaranya berkisar antara 23,5˚C sampai maksimum 31,1˚C.
Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah, sebelah barat berupa pesisir pantai, sedangkan sebelah timur dan utara berupa bukit dan hutan tropis. Desa Peradong juga memiliki sungai kecil dan cadangan hutan yang luas, iklim dan curah hujan yang relatif merata sepanjang tahun sangat menguntungkan bagi pertanian dan nelayan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

D. Penduduk
1. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data kependudukan, Desa Peradong memiliki jumlah penduduk 1546 jiwa dari jumlah laki-laki 771 jiwa dan perempuan 775 jiwa yang terdiri dari 323 kepala keluarga (KK) dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 2% per tahun.
Dilihat dari asal penduduk, sebagian besar (90%) merupakan penduduk asli keturunan masyarakat Desa Peradong (Melayu) dan Tionghoa (Cina), selebihnya sekitar 10% merupakan pendatang yang berasal dari luar daerah, seperti Sumatra, Bangka, dan Jawa (lihat tabel III. 7).

Tabel I
Data usia penduduk tahun 2008
NO. USIA JUMLAH PERSENTASE (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6. 0 – 5 tahun
6 – 12 tahun
13 – 20 tahun
21 – 30 tahun
31 – 50 tahun
51 – di atas 60 tahun 167
186
204
269
456
262 10,80
12,03
13,20
17,40
29,50
16,95
Jumlah Total 1546 100 %

Sumber: Arsip Desa Peradong

2. Agama dan Kepercayaan
Sebagian besar penduduk Desa Peradong beragama Islam (98,6%) dari jumlah penduduk 1546 jiwa, yaitu 1521 orang dan 25 orang beragama Budha. Jumlah rumah ibadah yang ada di Desa Peradong terdiri dari:
• Masjid : 2 Buah
• Mushalla : 2 Buah
• Kelenteng : 1 Buah (tidak difungsikan lagi)
Jumlah tersebut, satu masjid dan dua mushalla terdapat di Dusun Peradong dan masjid yang satunya terdapat di Dusun Menggarau. Sedangkan satu buah kelenteng tersebut terdapat di Dusun Menggarau dengan keadaan tidak difungsikan lagi karena telah dialihkan ke kecamatan (di lingkungan mayoritas orang Cina).

3. Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat Desa Peradong tergolong masyarakat kehidupan sederhana dan tradisional. Tingkat ketergantungan hidup pada kekayaan alam seperti laut, sungai, tanah, hutan, dan tambang timah masih relatif tinggi. Seperti keterangan dalam Selayang Pandang Kabupaten Bangka bahwa masyarakat Bangka secara turun temurun mengembangkan tanaman karet, sahang (lada), kelapa, dan kelapa sawit yang sebagian besar hasilnya diperdagangkan ke luar daerah atau ke luar negeri.
Tabel II
Mata Pencaharian Pokok masyarakat Desa Peradong
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)
1
2
3
4
5
6 Petani
Buruh/Swasta
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Pedagang
Nelayan 142
68
7
43
15
5 orang
orang
orang
orang
orang
orang 45,08
24,29
2,22
13,65
4,76
1,59
Jumlah 280 orang 100 %
Sumber: Arsip Desa Peradong
Berdasarkan tabel di atas, membuktikan bahwa masyarakat Peradong sangat ketergantungan kepada kekayaan alam, terutama dalam hal pertanian yang menunjukkan jumlahnya lebih tinggi sebagai mata pencaharian pokok.
Secara garis besar masyarakat Peradong tergolong tingkat penghasilan menengah ke bawah per bulannya, yang menunjukkan kehidupan tergolong kelompok ekonomi lemah (lihat tabel III. 3). Hal ini berdasarkan tingkat hidup masyarakat di Bangka Belitung yang relatif tinggi dan berdasarkan upah minimum kabupaten (UMK) Bangka Barat, yaitu Rp. 997,250,- per bulan. Kebodohan menyebabkan mereka dalam berusaha memenuhi kebutuhan hidup masih dengan cara tradisional yang diajarkan turun temurun. Pertanian dan perkebunan merupakan usaha pokok yang dilakukan masyarakat Peradong sebagai sumber kehidupan. Umumnya masyarakat Peradong bertani di lahan yang dimilikinya dalam jangka waktu lama dengan ragam tanaman yang kualitas dan kuantitasnya rendah. Artinya tanaman tersebut hasil dari pembibitan masyarakat sendiri, yang tentunya diambil dari tanaman mereka yang terdahulu. Sehingga tidak memungkinkan untuk menghasilkan kualitas yang baik.
Hasil pertanian hanya dipergunakan sendiri dan sebagian kecil dijual. Keterbatasan modal dan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini menjadikan petani dan nelayan di Desa Peradong terpuruk dalam perekonomian yang lemah. Pola kehidupan sederhana dengan menerima apa adanya adalah yang dijalani masyarakat setempat.
Di samping pertanian dan perkebunan, masyarakat Peradong juga sebagai pedagang, wiraswata dan nelayan yang merupakan mata pencaharian pokok. Selain itu juga masyarakat Peradong sebagai budidaya (perikanan), peternak, dan sebagai buruh harian tambang inkonvensional (TI). Pekerjaan ini mereka lakukan sebagai pilihan alternatif untuk menunjang dan mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Tabel III
Penghasilan Rata-rata masyarakat Desa Peradong perbulan
No Penghasilan rata-rata /bulan Jumlah Persentase (%)
1
2
3
4
5
6 Di atas 2.000.000
1.500.000 – 2.000.000
1.000.000 – 1.500.000
750.000 – 1.000.000
500.000 – 750.000
Di bawah 500.000 3
10
37
53
112
65 orang
orang
orang
orang
orang
orang 1,07
3,58
13,21
18,93
40
23,21
Jumlah 280 orang 100 %
Sumber: Arsip Desa Peradong


4. Pendidikan
Pendidikan wajib belajar sembilan tahun di Desa Peradong belum terlaksana dengan baik, hal ini faktor utamanya dikarenakan di Desa Peradong belum memiliki sekolah lanjutan dan rendahnya minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang selanjutnya. Orangtua yang anaknya ingin melanjutkan ke sekolah lanjutan pertama harus keluar dari desa tersebut, sekolah lanjutan pertama (SLTP) hanya ada di ibu kota kecamatan, yaitu di Simpang Teritip dengan jarak tempuh sekitar 5 km atau + 5-10 menit jika menggunakan kendaraan bermotor, karena faktor jalan yang rusak (banyak berlubang). Untuk jejang SLTA juga harus ke ibu kota kecamatan, sedangkan untuk perguruan tinggi (PT) harus ke luar kabupaten, karena di Kabupaten Bangka Barat hanya ada Universitas Terbuka (UT), itupun khusus bagi guru. Hal ini tentu saja sangat memberatkan bagi pihak orangtua karena lokasi sekolah lanjutan di luar daerah banyak membutuhkan biaya, baik untuk biaya kebutuhan sekolah maupun biaya transport. Penyebabnya, karena penghasilan mereka tidak sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Hal ini juga yang menyebabkan angka lulusan tingkat pendidikan minim.
Masyarakat Peradong dengan angka lulusan tingkat pendidikan minim (lihat tabel III. 4), sangat mempengaruhi perkembangan dan pertahanan ekonomi masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dapat dilihat dari angka tersebut, yang lulusan sarjana (S1) hanya dua orang itupun bukan dari perguruan tinggi formal, melainkan dari UT (universitas terbuka). Sedangkan untuk lulusan D2 4 orang (UT), SMA 25 orang, SMP 48 orang dan SD hanya 92 orang untuk tahun kelulusan hingga tahun 2008, selebihnya tidak tamat sekolah dan tidak sekolah sama sekali. Untuk tempat menyelenggarakan pendidikan tersebut, di Desa Peradong hanya terdapat 1 SD Negeri (SDN 6 Simpang Teritip) dan 1 PAUD.
Tabel IV
Data pendidikan masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan
Tahun 2007-2008
No Pendidikan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Keterangan Persentase (%)
Jenjang Pendidikan Jumlah
1 Belum sekolah 94 orang - 19,67
2 Usia 7 – 45 tahun tidak pernah sekolah 117 orang - 24,48
3 Tidak Tamat SD 96 orang - 20,08
4 SD 92 orang Tamat 19,25
5 SMP 48 orang Tamat 10,04
6 SMA 25 orang Tamat 5,23
7 D1 - -
8 D2 4 orang Tamat 0,84
9 D3 - -
10 D4 - -
11 S1 2 orang Tamat 0,42
12 S2 - -
Jumlah Total 478 orang - 100 %
Sumber: Arsip Desa Peradong
Banyaknya jumlah masyarakat yang hanya tamat SD dan yang tidak sekolah dipengaruhi oleh tingkat ekonomi yang tergolong rendah dan rendahnya minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah lanjutan. Faktor tersebut karena kurang terpenuhinya biaya kehidupan sehari-hari, yang hanya banyak mengharapkan hasil dari kekayaan alam, walaupun ada sebagian masyarakat berprofesi sebagai pedagang, wiraswasta dan pegawai negeri.
Akibat dari tidak terpenuhinya biaya hidup, banyak anak-anak yang menjadi korban harus bekerja membantu orangtua. Di antara mereka ada yang melimbang timah, sebagian lagi menjadi pekerja tambang inkonvensional (TI), bahkan menjadi kuli nelayan sebagai penjemur ikan asin.

5. Etnis
Secara etnis penduduk asli Desa Peradong dikelompokkan menjadi dua, yaitu; Pertama, kelompok Melayu Muslim yang hidup menetap dan berintegrasi dengan penduduk sekitar, yaitu; Air Nyatoh, Pangek, Simpang Teritip, Berang, Ibul, Pelangas, Simpang Gong, dan Mayang. Kedua, kelompok Melayu Tionghoa (Cina) yang sebagian telah memeluk agama Islam dan sebagian besar berpindah ke daerah lain (lihat tabel III.7).






Gambar II
Skema penduduk asli dan pendatang

Tabel V
Data etnis masyarakat Desa Peradong berdasarkan data Profil Desa tahun 2007
No Etnis Jumlah Persentase (%)

1


2
Asli


Pendatang

Melayu
Tionghoa

Sumatra
Jawa
Bangka
1321
25

35
25
140
orang
orang

orang
orang
orang
85,44
1,61

2,3
1,61
9,05
Jumlah 1546 orang 100 %
Sumber: Arsip Desa Peradong

E. Sosial dan Budaya
Dalam kehidupan, Desa Peradong belum mempunyai kendaraan umum untuk alat transpotasi, yang ada hanyalah kendaraan pribadi beroda empat yang dijadikan pengganti alat transportasi tersebut. Di samping itu, kendaraan bermotor juga dijadikan sebagai alat transportasi. Untuk sarana jalan umum, di Desa Peradong sudah cukup baik, walaupun aspal jalannya sudah banyak yang berlubang. Penerangan di Desa Peradong telah menggunakan aliran listrik umum (PLTD) dari Muntok sejak tahun 1997.
Masyarakat Desa Peradong pada mulanya tinggal di perbukitan kawasan desa tersebut yang selanjutnya berpindah ke daerah dataran. Kemudian mereka membuat pemukiman menjadi kampung yang terus bertambah dan menyebar menjadi dua wilayah yang dibatasi oleh Sungai Pelangas. Wilayah tersebut dinamakan dengan Peradong (sebagai desa induk) dan Menggarau (yang dijadikan sebagai dusun), sekarang telah ditambah menjadi 2 dusun, yaitu di tambah dengan Dusun Rimbak sebagai dusun baru.
Secara kebudayaan, masyarakat desa Peradong memiliki beberapa tradisi yang telah turun temurun dilakukan, yaitu Sure (nge-bubur campur-campur) setiap tanggal 10 Muharram, Sedekah Ruwah bulan Sya’ban dan Sedekah Kampung setiap bulan Maulud (Rabiul Awwal). Dua dari tradisi yang dimeriahkan adalah Sure dan Sedekah Kampung.



F. Pemerintahan Desa
Pemerintahan Desa Peradong secara administrasi sudah berjalan lancar, dengan disiplin 5 hari jam kerja sesuai dengan jam kerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat. Sebelum menggunakan istilah ’kepala desa’ sebagai jabatan tertinggi dalam pemerintahan desa, di Desa Peradong menggunakan istilah ’gegading’. Istilah tersebut berubah setelah Indonesia merdeka. Periode jabatan kepala desa pada waktu itu selama 10 tahun, setelah tahun 2000 baru kemudian dengan 5 tahun periode jabatan. Untuk jabatan sebagai kepala desa di Desa Peradong pertama kali dijabat oleh Saidi (tahun 1978-1986), kemudian digantikan oleh anaknya Almin dengan masa dua periode jabatan (tahun 1986-1994 dan tahun 1994-2002), namun diperiode kedua tidak sampai habis masa jabatan. Ia digantikan oleh Piker sebagai pengganti sementara (Pgs) selama satu tahun (1999-2000), kemudian dilanjutkan oleh Roni (Pgs) selama dua tahun (2000-2002).
Pada tahun 2002, jabatan kepala desa dijabat oleh Kardin (periode 2002-2007). Ia menjabat sebagai kepala desa hanya sampai tiga tahunan dari periode jabatannya. Kemudian ia digantikan oleh Runi Pardi, yang menjabat selama satu tahun (2006-2007). Kardin berhenti menjabat sebagai kepala desa bukan karena ia tidak sanggup lagi untuk memimpin pemerintahan desa, tetapi ia dilengserkan oleh masyarakat. Ia dilengserkan karena dianggap masyarakat tidak pantas lagi menjabat sebagai kepala desa, dan kebetulan juga dia bukan penduduk asli Desa Peradong.
Pada tahun 2007, pemilihan kepala desa dilakukan dengan sistem demokrasi. Ada empat calon yang lolos dari seleksi administrasi, yaitu Runi Pardi, Rahman, Dahlan, dan Haidir. Setelah dilakukan pemilihan, akhirnya Runi Pardi terpilih sebagai kepala desa periode 2007-2012. Ia menjabat sebagai kepala desa hingga sekarang. Dalam menjalankan tugasnya, kepala desa dibantu oleh perangkat desa dan Badan Permusyawarahan Desa (BPD).

G. Fasilitas Sosial
Secara umum untuk fasilitas sosial di Desa Peradong sudah terpenuhi, tinggal merawat fasilitas yang telah tersedia dan melengkapi fasilitas yang belum terpenuhi. Untuk lebih jelas, lihat pada tabel data fasilitas sosial yang ada di Desa Peradong di bawah ini.
Tabel VI
Data fasilitas sosial di Desa Peradong berdasarkan data Profil Desa tahun 2007
No Nama Fasilitas Sosial Jumlah
1 Sarana Pendidikan 1



2





3
SD Sederajat
Jumlah murid
Jumlah guru

Jumlah lembaga pendidikan keagamaan

Jumlah peserta didik
Jumlah pengajar

Perpustakaan 1
187
8

TPA 2


38
12

1 unit
orang
orang

unit


orang
orang

unit
2 Sarana Air Bersih 1
2
3
4
5

1
2
3
4
5 Sumur Pompa
Sumur Gali
Mata Air
Hidran Umum
MCK

Pengguna air sumur pompa
Pengguna air sumur gali
Pengguna mata air
Pengguna MCK
Pengguna air sungai 11
17
9
4
3

33
115
43
74
58 unit
unit
unit
unit
unit

KK
KK
KK
KK
KK
3 Sarana Pemerintahan 1
2
3
4 Balai desa/sejenisnya
Balai dusun
Kantor desa
Kendaraan dinas 2
1
1
1 buah
buah
buah
buah
4 Sarana Peribadatan 1
2 Masjid
Langgar/surau/musholla 2
2 buah
buah
5 Sarana Olah Raga 1
2
3 Lapangan sepak bola
Lapangan bulu tangkis
Lapangan volly 3
1
1 buah buah buah
6 Sarana Kesehatan 1
2 Posyandu
Polindes 1
1 buah buah
7 Sarana Penerangan 1
2
3 Listrik PLN
Diesel
Lampu minyak
7 Sarana Kesehatan 1
2
3 Bidan
Dukun beranak
Posyandu/Pustu 2
1
1 orang
orang
buah
Sumber: Arsip Desa Peradong
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa fasilitas sosial di Desa Peradong sudah dikategorikan memadai. Artinya tinggal memfungsikan dan memanfaatkan fasilitas yang telah tersedia tersebut.

H. Kehidupan Beragama
Agama Islam merupakan agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat di Desa Peradong yang dibawa oleh pendatang dari luar Desa Peradong melalui asimilasi secara damai. Islam secara perlahan berhasil membentuk masyarakat Muslim di Desa Peradong.
Kehidupan beragama yang kuat dan kebudayaan lama yang telah melekat pada masyarakat Desa Peradong menjadikan keduanya saling mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat. Tidak sedikit yang percaya terhadap mistis walaupun telah beragama Islam. Masyarakat percaya dengan adanya kekuatan-kekuatan gaib yang ada di sekeliling mereka.
Banyak dari penduduk yang masih pergi ke makam-makam yang dianggap keramat sebagai tanda kaul atau menyampaikan permohonan atau ijin sebelum melakukan suatu hal yang dianggap penting, seperti akan diadakannya pesta, mendirikan rumah, dan melakukan usaha lainnya. Dalam kehidupannya dikenal tahap-tahap upacara dalam lingkaran hidupnya mulai dari pengungkapan atas anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan, kelahiran, menikah, memasuki rumah untuk menetap, sampai kepada upacara meninggalnya seseorang, walaupun sebagian dari hal tersebut telah dihilangkan. Tidak mengherankan jika nilai-nilai keagamaan itu masih melekat dalam kehidupan masyarakat Desa Peradong. Bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Bangka yang dipengaruhi oleh bahasa Melayu. Namun uniknya bahasa yang dipakai tersebut tidak begitu dimengerti oleh masyarakat Bangka pada umumnya, kecuali mayoritas di Kecamatan Simpang Teritip.
Walaupun hampir semua penduduk asli Desa Peradong beragama Islam namun masih banyak terdapat unsur-unsur yang tidak bernafaskan Islam. Masyarakatnya masih percaya dengan hal-hal yang berbau tahayyul dan mistik, yang dianggap bisa memberikan keberkahan bagi kehidupan mereka. Seperti halnya memohon kepada makam yang dianggap keramat agar diberikan kemurahan rizki, keselamatan, dan kemudahan hidup.
1. Pengamalan ajaran Islam
Pengamalan ajaran Islam di Desa Peradong belum dihayati secara sungguh-sungguh ke dalam kehidupan beragama, hal ini tercermin dari prilaku dan ungkapan-ungkapan masyarakat yang belum dilaksanakan sebagaimana lazimnya yang dilakukan oleh umat Islam. Mereka masih sering menggunakan ungkapan-ungkapan yang kurang baik, seperti ungkapan ’lah gile’ yang diucapkan ketika merasa takjub atau kagum pada sesuatu, atau terkadang ketika mereka mendapat musibah, seperti tersandung dan lain sebagainya mereka mengucapkan ’ubok pulot pukang ayem serabi lembek cacak dudul’ yang artinya nasi pulut/ketan, paha Ayam, kue serabi dingin, bubur cacak dan dodol. Tidak diketahui darimana asal usulnya dan tujuannya untuk apa. Menurut Ana, ungkapan tersebut diucapkan tujuannya untuk mengobati rasa sakit akibat dari musibah yang mereka alami.
Untuk pengamalan agama, di Desa Peradong tergolong rendah tingkat pengamalannya. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pemahaman agama yang kurang. Terlihat dalam hal menjalan ibadah, contohnya shalat (dikenal masyarakat dengan istilah sembahyang) hanya sebagian kecil yang benar-benar menjalankannya (tidak pernah meninggalkannya), itupun dikerjakan sendiri-sendiri (di rumah). Sedangkan di masjid, biasanya hanya jum’at dan magrib saja yang ada jamaahnya. Untuk shalat jum’at, dikerjakan di Masjid Al-’Amal Dusun Menggarau dan di Masjid Baitul Mukminin Dusun Peradong.
Pengajaran agama Islam bagi anak-anak dilakasanakan secara formal di SD Negeri 6 Simpang Teritip. Sedikit demi sedikit mereka menghafal surat-surat pendek dalam Al-Qur’an dan bacaan-bacaan dalam shalat. Minimnya waktu pertemuan pelajaran agama menyebabkan pelajaran ngaji (membaca Al-Qur’an) dilakukan di luar jam pelajaran (sekolah), biasanya dilakukan di waktu sore hari secara non formal. Tempat mereka belajar ngaji di sore hari tersebut di TKA/TPA (Taman Kanak/Al-Qur’an dan Taman Pendidikan Al-Qur’an).
Untuk sarana peningkatan pendidikan agama Islam secara non formal tersebut terdapat dua TKA/TPA, yaitu satu unit di Dusun Peradong dan satu unit di Dusun Menggarau. Jumlah anak yang mengikuti pengajian di TKA/TPA tergolong sedikit, hal ini karena pengaruh orang tua yang tidak mendukung anaknya untuk menitipkannya belajar ngaji di TKA/TPA tersebut (lihat tabel III. 8).
Sedangkan untuk pengajian ibu-ibu, dilakukan satu kali dalam seminggu, yaitu setiap Kamis sore. Pengajian tersebut dilakukan dengan berpindah-pindah, artinya dilakukan secara bergantian (dari rumah ke rumah). Dalam pengajian tersebut, mereka lebih banyak mengurusi masalah keduniaan saja, seperti halnya arisan, terkadang juga membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan masalah aib (gosip), dan lain sebagainya. Dapat dikatakan bahwa pengajian tersebut hanyalah sebagai jembatan atau wadah untuk mengumpulkan masyarakat (ibu-ibu) untuk kepentingan keduniaan, sedangkan belajar agamanya hanyalah dijadikan sebagai pelengkap rutinitas mereka saja.
Untuk pengajian bapak-bapak dan remaja di Desa Peradong belum ada. Sehingga wajar pemahaman agama masyarakat masih kurang. Hal ini dapat dibuktikan salah satunya dengan jumlah masyarakat yang telah naik haji. Berdasarkan observasi dan wawancara di lapangan, bahwa masyarakat di Desa Peradong yang telah haji hanya dua orang, yaitu pasangan suami istri Hj. Fatemah (tahun 1990-an) dan H. Sulaiman (tahun 2009).
2. Kematian
Untuk ritual kematian, warga yang meninggal dunia oleh keluarga atau masyarakat yang ditinggalkan melakukan pemandian, menshalatkan dan menguburkannya sebagaimana mestinya. Setelah ritual kematian selesai, biasanya keluarga dan masyarakat setempat mengadakan pesta kematian, yaitu mengadakan selamatan. Selamatan dilakukan pada malam hari setelah meninggalnya warga, kemudian pada hari ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, dan seterusnya. Dalam ritual pesta kematian tersebut biasanya selalu disertai dengan pembakaran kemenyan dan wangi-wangian.
3. Perkawinan
Remaja di Desa Peradong yang sudah dewasa dalam memilih pasangannya untuk membina rumah tangga biasaya melalui perkenalan atau sering disebut dengan pacaran. Mereka bebas mencari dan memilih calon pasangannya, orangtua hanya sebagai fasilitator. Pernikahan bagi pasangan yang saling mencintai tentunya lebih memungkinkan bahtera rumah tangga yang mereka jalani bertahan (tidak mudah untuk bercerai).
Dalam prosesi pernikahan biasanya dimulai dengan dilakukannya peminangan (lamaran) oleh calon pengantin laki-laki ke calon pengantin perempuan. Setelah diterima lamaran, kemudian dilakukan penentuan hari dan tanggal untuk melangsungan pernikahan tersebut. Pesta pernikahan biasanya dilakukan di rumah mempelai perempuan.
Dalam tradisi masyarakat Peradong, setelah dilakukan pesta pernikahan di rumah mempelai perempuan, akan dilakukan lagi ngulang runot di rumah mempelai laki-laki.

BAB IV
SEDEKAH KAMPUNG DALAM MASYARAKAT PERADONG

E. Prosesi Pelaksanaan Tradisi Sedekah Kampung di Desa Peradong
1. Persiapan Sebelum Upacara
Perayaan Sedekah Kampung telah dilaksanakan secara turun temurun dan tidak diketahui asal usul serta awal mulai dilaksanakannya. Perayaan ini biasa dilaksanakan penduduk Desa Peradong setiap tahun bertepatan dengan bulan Maulud (Rabiul Awwal) dan acaranya berlangsung selama 2 hari yang biasanya pada hari Sabtu dan Minggu. Biasanya acara ini dilaksanakan antara tanggal 15 sampai 30 Rabiul Awwal. Sebelum pelaksanaan acara tersebut, jauh sebelumnya pada malam hari sang tetua adat (dukun) sekarang Kek Jemat mengadakan ceriak pemanggilan orang-orang kampung sebagai pemberitahuan akan dilaksankannya upacara adat dan menentukan tanggal yang cocok untuk pelaksanaan upacara tersebut.
Pada tanggal yang telah ditetapkan tetua adat sebagai pawang desa dengan dibantu penduduk setempat memulai membuat batu persucian (taber) dengan menggunakan bahan-bahan tradisional serta dedaunan dan gaharu (dupa) dari kayu buluh (bambu). Menurut sang dukun dahulu kala penggunaan dupa ini adalah sebagai alat untuk menarik minat orang-orang cina yang berdiam di desa tersebut agar memeluk agama Islam.

2. Jalannya Upacara
Setelah persiapan, seperti; batu persucian (taber) dan gaharu selesai, kemudian pada hari yang telah ditentukan tersebut, tetua adat dan masyarakat menyiapkan makanan dan minuman, serta buah-buahan, uang dan binatang peliharaan seperti; ayam dan bebek untuk diperebutkan setelah ritual upacara permohonan izin dilakukan. Semua peralatan telah dipersiapkan, kira-kira pukul 13.00 WIB siang dimulai dari balai adat, tetua adat bersama penduduk arak-arakan menuju Istana dengan diiringi semarang (selawatan barzanji) guna untuk meminta izin dan memulai pelaksanaan sedekah kampung. Setelah sampai di sana, sang dukun kemudian duduk di atas makam bersamaan dengan dihidangkan berbagai macam jenis makanan khas desa, uang serta hewan peliharaan seperti ayam dan bebek, kemudian mulai pembacaan do’a dan mantera. Setelah pembacaan do’a dan mantera selesai, penduduk naik ke atas makam dan memperebutkan ayam, bebek dan buah-buahan serta uang yang ada di atas makam tersebut. Upacara kemudian dilanjutkan dengan penampilan silat yang dilakukan oleh dua orang, kemudian sang dukun dan penduduk pembantunya melakukan pemberian tangkel (jimat) di empat penjuru, dimulai dari istana tersebut menuju gerbang pintu masuk ke desa sampai akhir perbatasan desa tersebut. Pemberian jimat ini dimaksudkan untuk menangkal segala bentuk gangguan dari luar yang tidak menginginkan acara ini berlangsung.
Dalam pelaksanaa upacara ini, terdapat beberapa pantangan yang harus dipatuhi oleh semua orang yang mengikuti jalannya upacara ritual ini, yaitu duduk di atas pagar, meletakkan jemuran/pakaian berupa apapun di atas pagar dan bermain senter. Menurut penduduk, apabila pantangan tersebut dilanggar, maka akan didatangi oleh makhluk-makhluk halus dan mengubahnya menjadi tepuler (kepala dengan wajah terbalik ke belakang). Untuk tetua adat selama acara berlangsung, tidak boleh makan dan minum (berpuasa).








Gambar III
Upacara pemohonan izin melaksanakan Sedekah Kampung di Istana.
3. Ritual Tradisi Sedekah Kampung
a. Tamat Ngaji (Betamat)
Tamat ngaji (betamat/tamatan/khataman Qur’an) merupakan upacara yang dilakukan sebagai petanda bahwa seorang yang telah melaksanakan tamat ngaji dianggap telah pandai membaca Al-Qur’an. Upacara ini dilakukan dalam rangka mensyukuri anak-anak khususnya dan remaja yang telah menamatkan bacaan Al-Qur’an. Dalam tamat ngaji, peserta yang ikut dalam upacara tersebut membaca surat-surat pendek dari Al-Qur’an secara bergantian. Biasanya pembacaan surat-urat pendek tersebut dimulai dari surat Ad-Dhuha sampai An-Naas. Anak-anak dan remaja yang tidak (belum) pernah menamatkan pembacaan Al-Qur’an tentu tidak dapat ikut betamat. Namun bagi mereka yang telah menamatkan Al-Qur’an boleh mengikuti untuk kedua kalinya. Bagi masyarakat Peradong, tamatnya anak-anak mereka membaca 30 juz Al-Qur’an merupakan sesuatu yang sangat istimewa, sehingga perlu disyukuri secara khusus. Ritual ini memiliki makna dan fungsi yang sangat penting dalam pendidikan keagamaan di masyarakat, karena orang yang tidak mampu membaca Al-Qur’an atau tidak fasih dalam membacanya akan menanggung malu dan mendapat gunjingan dari masyarakat. Untuk upacara ini, tampuk kegiatan dipegang oleh Penghulu mulai acara berlangsung sampai selesai.









Gambar IV
Pembacaan surat-surat pendek Juz 30 Al-Qur’an oleh peserta tamat ngaji
di Masjid Baitul Mukmin Desa Peradong.

Jalannya upacara ini dimulai pukul 15.00 WIB dengan mengadakan arak-arakan penjemputan peserta ke rumah masing-masing. Arak-arakan masyarakat tersebut dimulai dari balai desa diiringi dengan semarang (selawatan barzanji) menuju perbatasan kampung, kemudian setelah sebagian peserta bergabung dalam arak-arakan tersebut, rute kembali menuju ke perkampungan. Kalau dalam upacara Sayyang Pattudu di Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat, peserta tamat ngaji duduk di atas kuda dengan satu kaki ditekuk ke belakang, lutut menghadap ke depan, sementara satu kaki yang lainnya terlipat dengan lutut dihadapkan ke atas dan telapak kaki berpijak pada punggung kuda. Dengan posisi seperti itu, para peserta didampingi agar keseimbangannya terpelihara ketika kuda yang ditunggangi menari. Dalam upacara Sedekah Kampung, peserta (anak-anak dan remaja) tamat ngaji duduk di atas sepeda yang telah dihiasi dengan berbagai bentuk dan variasi yang didorong oleh orang tuanya dan orang dewasa lainnya dengan diikuti anak-anak dan remaja lainnya yang sebaya. Setelah semua peserta bergabung dalam arak-arakan tersebut, rute terus dilakukan menuju ke masjid. Setelah sampai di masjid, acara dimulai dengan sambutan dari penghulu, kepala desa, dan guru ngaji, sebagaimana tersusun dalam susunan acara. Kemudian mulailah tamat ngaji dilakukan, diawali oleh guru ngaji memberikan aba-aba kepada peserta. Mulailah peserta membaca surat-surat pendek dalam Al-Qur’an, yaitu dalam juz 30 diawali dari surat Ad-Duha terus menerus secara bergantian hingga sampai pada surat An-Naas. Setelah selesai, dilanjutkan dengan pembacaan do’a khatam Al-Qur’an yang biasanya dibacakan oleh penghulu. Akhirnya selesailah upacara tamat ngaji, peserta dan orang tuanya keluar dari masjid menuju ke rumah masing-masing. Bagi orang tua yang mampu, biasanya pada malam harinya atau ada juga sebagian yang langsung setelah tamat ngaji mengadakan selamatan di rumahnya.
b. Nganggung
Nganggung adalah suatu tradisi turun temurun yang hanya bisa dijumpai di Bangka. Karena tradisi nganggung merupakan identitas Bangka, sesuai dengan slogan Sepintu Sedulang, yang mencerminkan sifat kegotong royongan, berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Nganggung atau Sepintu Sedulang merupakan warisan nenek moyang yang mencerminkan suatu kehidupan sosial masyarakat berdasarkan gotong-royong. Setiap bubung rumah melakukan kegiatan tersebut untuk dibawa ke masjid, surau atau tempat berkumpulnya warga kampung. Adapun nganggung merupakan suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam rangka memperingati hari besar agama Islam, menyambut tamu kehormatan, acara selamatan orang meninggal, acara pernikahan atau acara apapun yang melibatkan orang banyak. Nganggung adalah membawa makanan di dalam dulang atau talam yang ditutup tudung saji ke masjid, surau, atau balai desa untuk dimakan bersama setelah pelaksanaan ritual agama.
Dalam acara ini, setiap kepala keluarga membawa dulang yaitu sejenis nampan bulat sebesar tampah yang terbuat dari aluminium dan ada juga yang terbuat dari kuningan. Untuk yang terakhir ini sekarang sudah agak langka, tapi sebagian masyarakat Bangka masih mempunyai dulang kuningan ini. Didalam dulang ini tertata aneka jenis makanan sesuai dengan kesepakatan apa yang harus dibawa. Kalau nganggung kue, yang dibawa kue, nganggung nasi, isi dulang nasi dan lauk pauk, nganggung ketupat biasanya pada saat lebaran. Dulang ini ditutup dengan tudung saji yang terbuat dari daun, sejenis pandan, dan di cat, tudung saji ini banyak terdapat dipasaran. Dulang ini dibawa ke masjid, atau tempat acara yang sudah ditetapkan, untuk dihidangkan dan dinikmati bersama. Hidangan ini dikeluarkan dengan rasa ikhlas, bahkan disertai dengan rasa bangga.
Namun dalam perkembangannya sekarang, kegiatan nganggung yang masih eksis dipertahankan pada saat memperingati hari besar agama Islam, dan menyambut tamu kehormatan.
c. Sunat Kapong
Sunat atau khitan secara harfiah berarti sama dengan sunnah dalam bahasa Arab. Sunat atau khitan makna aslinya dalam bahasa Arab adalah bagian yang dipotong dari kemaluan laki-laki atau perempuan. Sedangkan sunat kapong adalah pemotongan ujung penis anak laki-laki dalam ukuran tertentu yang masih menggunakan alat-alat secara tradisional. Alat-alat tersebut seperti daun sirih berfungsi untuk pencegah infeksi, pisau (dahulunya menggunakan bambu yang telah ditajamkan) sebagai alat pemotong ujung penis, gunting, kapas, dan tali dari kain yang digunakan untuk mengikat sekaligus penahan bagi penis agar tidak bergerak. Sunat dimaksudkan di sini hanya bagi laki-laki saja. Sunat merupakan upacara pemotongan ujung penis anak laki-laki dalam ukuran tertentu dalam ajaran Islam bagi anak yang akan memasuki akil balig. Dalam tradisi Betawi, sunat diartikan sebagai proses atau etape pembeda. Bagi seorang anak laki-laki yang telah disunat berarti telah memasuki dunia akil balig, maka dia dituntut atau seharusnya telah mampu membedakan antara yang hak dan yang bathil. Ia sudah selayaknya mampu menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar ajaran agama dan adat kesopanan di masyarakat. Dengan kata lain, seorang anak laki-laki yang telah disunat dianggap sudah menjadi manusia yang sempurna dalam arti untuk menjalankan kewajiban sebagaimana halnya manusia dewasa sebagai pengabdi.






Gambar V
Pelaksanaan sunat kapong dan pemotongan ujung penis peserta sunat kapong oleh mudim (tukang sunat kampung)
Pelaksanaan upacara sunat kapong dimulai pukul 03.00 WIB peserta (anak-anak) yang akan disunat berendam di dalam air (di aek kapong) kurang lebih selama 3 jam, hal ini bertujuan untuk menahan rasa sakit pada saat pemotongan ujung penis. Setelah berendam di aek kapong selama kurang lebih 3 jam, kira-kira pukul 06.00-07.00 pelaksanaan sunatan dilakukan oleh mudim (tukang sunat kampung), orang Betawi menyebutnya dengan bengkong, yang dilakukan secara bergantian kepada peserta. Untuk peralatan yang digunakan masih menggunakan alat-alat tradisional, seperti daun sirih sebagai pencegah infeksi, pisau (bambu yang telah ditajamkan) sebagai alat pemotong, gunting, kapas, dan tali dari kain yang digunakan untuk mengikat sekaligus penahan bagi penis agar tidak bergerak. Setelah selesai, peserta sunat diarak keliling kampung dengan menggunakan kereta hiasan dengan berbagai macam variasi.
Sebagaimana dikutip dari Majalah Kompas tanggal 04 September 2001 tentang proses pelaksanaan sunatan massal di desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip yang hampir sama dengan proses pelaksanaan di Desa Peradong:
Menjelang pelaksanaan khitanan adat, dini hari sekitar pukul 03.30, warga dibangunkan dengan pukulan kenong oleh Jenang dari Balai Pertemuan sederhana yang disebut warga Kundi sebagai balai desa. Pukulan kenong itu terdengar jauh juga, sehingga bisa membangunkan orang yang tengah terlelap tidur. Meski demikian, kehidupan pasar malam di Kundi yang berlangsung sampai hampir tengah malam, agaknya banyak membuat warga Kundi kelelahan sehingga hanya sedikit yang bisa datang ke balai desa.
Di balai desa inilah empat anak yang akan dikhitan kemudian duduk bersama dua orang Jenang, dibacakan doa, sementara sejumlah warga lainnya, tua maupun muda, melakukan tarian Tabo dengan diiringi kenong dan tiga gendang. Beberapa seri tarian Tabo dimainkan, sampai kemudian para anak yang akan dikhitan dibawa berjalan beriringan menuju sungai yang lebih mirip kolam. Di tempat yang jauhnya sekitar satu kilometer dari Bal.
Di desa inilah, keempat anak itu kemudian diminta berendam di sebuah kolam yang terlebih dulu didoa-doai oleh dua orang Jenang. Anak-anak itu ditemani para orang tua, sebagian warga, dengan iringan musik kenong dan gendang. Dari pukul 04.00 sampai 06.20 keempat anak itu berjongkok merendam setengah badan bagian bawahnya dalam air, membius kemaluan mereka agar tidak terasa sakit ketika dikhitan nanti.

Setelah upacara sunat kapong selesai, kemudian anak-anak tersebut diarak keliling kampung didampingi teman-temannya yang sebaya. Arak-arak dilakukan dengan menggunakan tandu dan sepeda yang telah dihiasi dengan berbagai macam hiasan dan diiringi dengan semarang, mulai dari ujung kampung (tempat sunat dilaksanakan, di dekat aek kapong) menuju lorong (gang) hingga ke jalan umum, kemudian diselingi dengan penampilan pencak silat dan akhirnya kembali ketempat masing-masing.
Sebagai contoh, dalam adat Betawi peserta (pengantin sunat) diarak duduk di atas kuda yang dirias dengan sedemikian rupa, antara lain dengan bunga-bunga dan bermacam buah-buahan. Di dekat ekor kuda digantungkan seikat padi dan sebuah kelapa. Biasanya, si pengantin sunat akan didampingi teman-temannya mengiringinya dengan naik delman. Berjalan di barisan paling depan adalah grup ondel-ondel yang menari berkeliling kampung. Rebana ketimpring terus mengiringi sepanjang perjalanan. Tidak demikian halnya di Desa Peradong, peserta sunat diarak sebagaimana arak-arakan tamat ngaji, yaitu dengan duduk di atas sepeda yang telah dihiasi dengan berbagai bentuk dan variasi yang didorong oleh orang tuanya dan orang dewasa lainnya dengan diikuti anak-anak dan remaja lainnya yang sebaya. Rombongan depan adalah sebagai pembaca semarang (selawatan barzanji) yang dikomandoi oleh tetua adat. Setelah selesai, bagi keluarga (orang tua anak) yang mampu, biasanya mengadakan hajatan (selamatan) di rumah masing-masing.


















Gambar VI
Arak-arakan peserta sunat kapong
d. Semarang (Selawatan Barzanji)
Selawatan Barzanji merupakan bacaan shalawat yang diambil dari kitab Al-Barzanji yang dibacakan ketika mengiringi setiap arak-arakan yang dilakukan, baik untuk arak-arakan tamat ngaji maupun untuk sunat kapong. Pembacaan tersebut dilakukan oleh rombongan arak-arakan di barisan paling depan, yang dikomandoi oleh tetua adat. Untuk irama pembacaan tersebut, hanya beberapa orang saja yang masih bisa untuk melafalkannya.
Selawatan tersebut dilakukan tanpa ada paksaan, bagi remaja yang telah bisa membaca selawatan tersebut juga diperbolehkan untuk membaca Selawatan Barzanji. Selain untuk mengiringi arak-arakan, juga untuk memeriahkan dan meramaikan sekaligus untuk menghibur peserta yang diarak. Khusus untuk arak-arakan tamat ngaji, bertujuan untuk memotivasi bagi anak-anak dan remaja lainnya agar menamatkan 30 juz Al-Qur’an, sehingga bisa menjadi peserta tamat ngaji di tahun yang akan datang. Begitu juga dengan arak-arakan sunat kapong, juga untuk memberikan semangat dan keberanian kepada mereka yang belum disunat.
e. Penampilan Pencak Silat
Upacara ini dilakukan untuk menghibur para penonton yang menyaksikan jalannya kegiatan upacara Sedekah Kampung dan juga untuk menghibur anak yang baru saja di sunat. Selain masyarakat Peradong, banyak para pengunjung yang datang untuk menyaksikan jalannya acara tersebut. Pencak silat tersebut diperankan oleh masyarakat dengan pakaian bebas, bahkan hansip–pun boleh memperagakannya sebagai aktor.
Pencak silat ini tidak seperti silat pada umumnya, karena dalam pencak silat ini hanya menirukan sebagian gerakan-gerakan jurus silat saja. Dalam penampilannya, terlihat sedikit lucu karena gerakan-gerakannya bukan gerakan-gerakan dalam jurus silat. Gerakan tersebut dilakukan sesuai dengan gaya masing-masing pemeran dengan sedikit meniru gerakan dalam jurus silat kampung. Yang menarik perhatian dari penampilan pencak silat tersebut, adalah ketika pemeran (sebagai aktor) berupaya memperebutkan dan mempertahankan uang yang telah didapat (dalam kekuasaan), yang diletakkan oleh masyarakat dan pengunjung yang dikeluarkan dengan suka rela.
Dengan gayanya yang sedikit konyol, mereka–pemeran berupaya mempertahankan uang yang telah mereka dapatkan agar tidak diambil oleh pemeran lainnya. Penampilan ini biasanya dilakukan oleh dua orang.
















Gambar VII
Penampilan pencak silat oleh masyarakat setempat


F. Sedekah Kampung dalam Kehidupan Beragama Masyarakat Desa Peradong
Tingkat pengamalan ajaran agama masyarakat Desa Peradong secara umum tergolong masyarakat yang pengamalannya biasa-biasa saja. Artinya ada sebagian yang taat dan sebagian lagi tidak taat. Dari segi akhlak, tergolong rendah tingkat pengamalannya (menengah ke bawah). Sedangkan dari sisi syari’at, tergolong tingkat pengamalan menengah ke atas. Dengan demikian masyarakat tersebut dikategorikan masyarakat yang menjalankan ajaran agama, walaupun tidak secara keseluruhan (sempurna).
Dalam pemahaman ajaran agama, masyarakat Desa Peradong tergolong muqallid, yaitu mengikuti orang lain dalam i’tikad (perkataan dan perbuatan) yang semata-mata berbaik sangka tanpa alasan yang tepat untuk mengikutinya. Mereka tidak berfikir yang menjadi dasar akidah Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits, tetapi yang terpenting adalah pikiran dinamis yang tidak dibebani oleh kekeliruan-kekeliruan yang turun temurun. Namun demikian, ada juga sebagian masyarakat yang telah tersentuh oleh perkembangan zaman, yang mengamalkan ajaran agama merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits, hanya saja tidak konsisten (sungguh-sungguh) dalam pelaksanaannya.
Nuansa sifat masyarakat Desa Peradong yang memiliki sistem kekerabatan yang tinggi menyebabkan setiap kegiatan sosial dan agama dilakukan secara gotong-royong dan tolong-menolong. Mengenai yang dilakukan, benar dan salah tidak menjadi sorotan, orientasinya adalah keamanan dan ketentraman hidup bermasyarakat. Perbuatan benar atau salah tergantung dari baik atau buruknya tujuan dari perbuatan yang dilakukan. Begitu juga dengan tradisi Sedekah Kampung yang dilakukan setiap satu tahun sekali, di dalamnya terdapat berbagai macam unsur; seperti mistik (alam gaib), khurafat dan tahayul. Nilai Islam yang mendominasi dalam tradisi, membuat ketiga unsur tersebut secara perlahan sirna.
Sedekah Kampung dalam kehidupan beragama masyarakat Desa Peradong memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan ajaran agama, khususnya bagi generasi muda. Peran tersebut adalah memberikan dorongan bagi generasi muda untuk lebih menjalankan ajaran agama, terutama dalam hal menjalankan sunnah Nabi Muhammad SAW, dalam sunat kapong dan dalam hal belajar membaca Al-Qur’an. Tidak hanya itu, juga sebagai perwujudan atas kecintaan kepada nabi, dengan memperingati hari kelahirannya.
Dalam sunat kapong, bagi anak yang telah disunat merupakan bukti atau pertanda bahwa mereka telah balig dan wajib menjalankan ajaran agama (Islam) secara kaffah (menyeluruh), baik menjalankan perintah maupun menjauhi larangan-Nya. Setelah disunat, kemudian mereka diarak keliling kampung dengan tujuan memberitahukan kepada masyarakat akan pentingnya disunat/khitan bagi seorang anak yang telah cukup usia, juga sebagai motivasi bagi anak-anak lainnya yang belum disunat untuk besunat di tahun depannya. Tentu hal ini memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup beragama msayarakat Peradong, karena sunat merupakan puncak pensucian diri sebelum syarat dan rukun dalam menjalankan ajaran agama Islam.
Selanjutnya, dalam tamat ngaji yang terlebih dahulu dilakukan arak-arakan penjemputan bagi peserta yang kemudian rutenya berakhir ke masjid dan langsung memulai tamat ngaji tersebut. Tujuan arak-arakan tersebut adalah untuk memberikan semangat dan kegembiraan bagi mereka yang akan melaksanakan tamat ngaji. Selain itu, juga sebagai pemotivasi bagi mereka yang belum tamat untuk lebih giat lagi belajar membaca Al-Qur’an (mengaji), sebagaimana dalam sunat kapong.
Setiap arak-arakan yang dilakukan, selalu diiringi dengan semarang atau selawatan barzanji. Hal ini sebagai bukti kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, karena di dalam semarang tersebut banyak membaca dan melantunkan shalawat atas nabi. Juga sebagai isyarat akan pentingnya bershalawat kepada nabi.
Dalam kehidupan sosial, sedekah kampung mengingatkan akan pentingya gotong-royong dan tolong-menolong sesama, karena di dalam sedekah kampung tersebut membuktikan rasa persaudaraan masyarakat Peradong yang masih kental yang terlihat dalam acara nganggung. Hal ini sejalan dengan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an:
... وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ آلْعِقَابِ
Artinya: ”... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah: 2).”

Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya sedekah kampung bagi kelangsungan hidup beragama masyarakat Peradong, terutama dalam hal beribadah kepada Allah SWT. Selain berfungsi sebagai pendorong bagi kelangsungan hidup beragama masyarakat, di dalam sedekah kampung tersebut memiliki beberapa nilai-nilai pendidikan yang telah menyatu, yang secara tidak sadar telah memberikan pendidikan Islam bagi masyarakat setempat.
Walaupun di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai islami, tidak menuntut kemungkinan dengan dilakukannya sedekah kampung mampu memberikan perubahan total bagi kehidupan beragama masyarakat di Desa Peradong, karena baik dan buruk tergantung dari individu yang menjalaninya. Setidaknya dengan dilakukannya sedekah kampung, yang di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai islami tersebut dapat memberikan gambaran ajaran-ajaran dalam agama Islam yang harus dan wajib dijalankan sebagai makhluk ciptaan-Nya.



















BAB V
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
DALAM TRADISI SEDEKAH KAMPUNG

Dari penjabaran dalam bab-bab sebelumnya, dan berdasarkan survei di lapangan, maka dapat diambil beberapa nilai-nilai pendidikan Islam yang ada dalam tradisi sedekah kampung di Desa Peradong, yakni; nilai keimanan, ibadah, kesehatan, dan pendidikan seks. Keempat nilai tersebut mengacu pada penjelasan yang dikemukakan oleh Dr. Zulkarnain, yang diuraikan sebagai berikut:

1. Nilai Keimanan
Dalam tradisi Sedekah Kampung yang memiliki beberapa ritual, khususnya pada upacara sunat kapong, tamat ngaji, dan semarang (selawatan barzanji) selalu diawali dengan kalimat ‘basmalah’, mengandung nilai keimanan yang sangat kental. Pada sunat kapong, mengandung hal yang baik dalam bidang lahir dan batin, sebagai pelengkap fitrah (keimanan) yang diciptakan Allah SWT untuk manusia dan sebagai penyempurna agama.
Bagi orang Islam, sunat atau khitan dilakukan dalam bentuk ritual yang benar-benar Islami. Dimulai dari selamatan dengan mengundang orang-orang, kemudian mengantarkan anaknya kepada tukang sunat (mudim). Semua ini dilakukan orang tua karena ia mencintai anaknya dan sebagai rasa tanggung jawab untuk mendidiknya. Bagi anak yang disunat akan menjadikannya lebih giat mempelajari ilmu-ilmu agama dan lebih semangat mengamalkan ajaran agama setelah disunat.
Bagi masyarakat Indonesia, kebanyakan sunat (khitan) dilakukan ketika anak berusia balig. Begitu juga di masyarakat Peradong, sunat juga dilakukan ketika anak telah balig. Sebagai seorang yang telah berdiri sendiri dihadapan hukum Allah SWT, ia berkewajiban untuk berikrar syahadatain. Maka sangat perlu dalam setiap upacara sunat diiringi dengan pengucapan syahadatain oleh anak yang disunat. Pengucapan ikrar syahadatain di hadapan hadirin peserta tasyakuran sunat, tentu akan membawa suasana yang lebih sakral dan lebih berkesan bagi anak yang disunat. Apalagi jika diisi pula dengan ceramah yang materinya mengarah pada makna syahadatain dan kewajiban anak setelah disunat. Sehingga diharapkan anak lebih menyadari keberadaan dirinya sebagai makhluk serta menyadari kewajibannya terhadap Sang Pencipta.
Menurut pemahaman masyarakat Peradong, seseorang yang belum disunat ia belum dianggap selam (beragama Islam). Hal ini sejalan dengan pendapat Imam Al-‘Atha’, bahwa “Apabila orang dewasa masuk Islam, belum dianggap sempurna Islamnya sebelum dikhitan.”
Sunat merupakan simbolisasi untuk mengawali keimanan seseorang kepada Tuhan-Nya, di samping sebagai tanda kedewasaan seseorang, ia juga merupakan titik kunci pensucian bagi seorang manusia. Suci (bersih) merupakan syarat utama pengimanan seorang hamba terhadap Tuhan-Nya, karena itu sunat menjadi penting.
Begitu juga dengan tamat ngaji, untuk mencapainya (sebagai peserta tamat ngaji) harus melewati proses belajar membaca Al-Qur’an kepada seorang guju ngaji dengan sungguh-sungguh. Secara tidak langsung, dalam proses belajar tersebut tertanam pendidikan akidah (iman) dan akhlak (prilaku). Dengan demikian akan semakin dalam pemahaman akan kewajibannya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Wujud pengimanan tersebut akan tercermin pada prilaku dalam kehidupan sehari-hari, walaupun tidak semuanya mampu terlaksanakan.
Imam al-Ghazali berkata, “Anak adalah amanat bagi orang tuanya. Hatinya yang suci merupakan permata yang tidak ternilai harganya, masih murni dan belum terbentuk, dia bisa menerima bentuk apapun dan corak manapun yang diinginkan. Jika dibiasakan dengan kebaikan, tentu ia akan tumbuh dengan kebaikan tersebut dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat.” Untuk itulah pengajaran Al-Qur’an merupakan kunci utama sebagai pendidikan wataknya. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Sina, “Menyiasati permulaan pengajaran Al-Qur’an hanya dengan mempersiapkan fisik dan mental”, dimaksudkan agar sejak kecil anak sudah menyerap bahasa Arab yang bagus dan memantapkan tanda-tanda iman di dalam dirinya.
Di dalam semarang, yang banyak melafaskan shalawat-shalawat Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu bukti wujud kecintaan kepada beliau. Setidaknya dengan adanya semarang, dapat mewarnai kehidupan masyarakat Peradong dalam menjalankan ajaran agama. Tinggal bagaimana menerapkan nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai keimanan yang diberikan sejak anak masih kecil, dapat mengenalkan mereka pada Tuhannya, bagaimana ia bersikap pada Tuhannya dan apa yang mesti diperbuat di dunia ini. Sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an tentang Luqmanul Hakim adalah orang yang diangkat Allah sebagai contoh orang tua dalam mendidik anak, ia telah dibekali Allah dengan keimanan dan sifat-sifat terpuji. Orang tua sekarang perlu mencontoh Luqman dalam mendidik anaknya, karena ia sebagai contoh baik bagi anak-anaknya. perbuatan yang baik akan ditiru oleh anak-anaknya begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, pendidikan keimanan harus dijadikan sebagai salah satu pokok dari pendidikan kesalehan anak. Dengan demikian dapat diharapkan bahwa nantinya ia akan tumbuh dewasa menjadi insan yang beriman kepada Allah SWT, melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan keimanan yang sejati bisa membentengi dirinya dari berbuat dan kebiasaan buruk.





2. Nilai Ibadah
Shalat adalah kewajiban yang mensyaratkan kesucian diri dari hadas dan najis. Sedangkan salah satu sumber timbulnya najis adalah alat kelamin (khasafah). Sementara itu, apabila khasafah masih tertutup oleh kulit (kulup) maka sisa air kencing sulit untuk dibersihkan akibatnya kewajiban shalat praktis tidak terpenuhi lantaran tidak terpenuhinya salah satu dari sekian syarat sahnya shalat. Sunat (khitan) merupakan prasyarat mutlak yang harus dilaksanakan demi terjaminnya kesucian diri dari najis dan demi sahnya shalat. Dengan demikian kewajiban shalat tidak terpenuhi tanpa sunat.
Kewajiban shalat tidak akan tercapai kecuali dengan sunat, maka sunat menjadi wajib. Kewajiban sunat berlaku bagi anak atau orang yang berakal sehat dan sudah balig, karena usia balig merupakan batas taklif (pembebanan hukum syar’i). Dengan sunat, anak dididik melaksanakan ibadah yang sesuai dengan perintah Allah SWT. Ibadah ritual dalam Islam seperti halnya shalat lima waktu, haji, umroh, membaca Al-Qur'an masing-masing mensyaratkan kesucian diri dari najis dan hadats. Ibadah shalat dan ibadah lain merupakan ritualitas yang dihajatkan oleh setiap Muslim dalam rangka menghambakan diri pada Allah SWT. Sebagai wujud peribadatan seorang hamba kepada Sang Khaliq, tentu ia yang melakukan shalat mengharap shalatnya diterima oleh-Nya. Begitu juga dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, tentunya mengharapkan keberkahan dan pahala dari-Nya. Allah SWT berfirman dalam surat Adz-Dzariat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
Artinya: ”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembah-Ku (QS. Adz Dzaariyat: 56).”

Membaca Al-Qura’an merupakan ibadah yang sangat dicintai oleh Allah SWT dan merupakan ibadah yang banyak membuahkan kebaikan (pahala) dari-Nya. Oleh karena itu, membaca Al-Qur’an merupakan kunci utama dalam beribadah, salah satunya ketika menegerjakan ibadah shalat, karena di dalam shalat wajib membaa surat Al-Fatihah. Tentang keutamaan membaca Al-Qur’an, sebagaimana diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Turmudzy berikut:

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عَليهِ وسلّم مَنْ قَرَأ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ اَمْثَالِهَا لاَ اَقُوْلُ : آلَم حَرْفٌ بَلْ حَرْفُ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ ( رواه الترمذى وقال حديث حسن صحيح )

Dari Ibnu Mas’ud RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: ”Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al-Qur’an), maka ia mendapat satu kebaikan. Setiap kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan: ”Alif laam miim” satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf”. (HR. At-Turmudzy).

Demikian pula dengan pembacaan semarang yang mengiringi setiap arak-arakan, merupakan bukti ibadah kepada Allah SWT dan wujud kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, karena bershalawat merupakan tanda ibadah kepada-Nya dengan memuji dan menyanjung nabi-Nya.
Dengan dilakukannya tradisi Sedekah Kampung di Desa Peradong, setidaknya membangkitkan semangat bagi masyarakat Peradong dalam menjalankan ajaran agama Islam (beribadah kepada-Nya), khususnya dalam hal membaca Al-Qur’an. Tidak hanya itu, juga memberikan semangat bagi masyarakat untuk hidup saling tolong-menolong dan gotong-royong.

3. Nilai Kesehatan
Kesehatan adalah impian setiap orang, untuk itulah berbagai cara dan usaha dilakukan agar tetap sehat. Dalam tradisi Sedekah Kampung yang terdapat sikap masyarakat yang saling tolong-menolong dan gotong-royong, tentunya akan memunculkan dampak yang positif bagi kesehatan, baik kesehatan lingkungan maupun kesehatan jasmani dan rohani.
Sunat sebagai salah satu ritual dalam tradisi Sedekah Kampung, termasuk perkara yang disyariatkan Allah SWT kepada hamba-Nya demi menyempurnakan kesehatan jasmani maupun rohani sesuai dengan fitrahnya. Sunat (khitan) adalah aspek penting dalam thaharah (kesucian dan kebersihan) yang sangat ditekankan dalam syariat Islam. Ketika kulit yang menutupi penis tidak disunat, maka air kencing dan kotoran yang lain dapat mengumpul di bawah lipatan kulit. Daerah ini dapat menjadi infeksi dan penyakit karena menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Salah satu majalah kedokteran yang terbit di Inggris, yaitu “British Medical Journal” menulis bahwa sesungguhnya penderita penyakit infeksi alat kelamin dan leher rahim disebabkan oleh suami yang tidak bersih (belum dikhitan). Sunat merupakan sarana yang tepat dalam pendidikan anak, karena dapat mengajarkan kebersihan anak sejak dini.
Ilmu kesehatan modern masih tetap berpendirian bahwa kebersihan adalah pangkal kesehatan. Banyak ayat Al-Qur’an yang menganjurkan hidup bersih dan teratur. Tidak heran kalau kebersihan merupakan salah satu kewajiban yang diperintahkan Nabi Muhammad SAW pada pengikutnya dan dijadikan sendi dasar dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 222:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَبِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: ”...Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (bersih). (QS. Al-Baqarah: 222).”

Sebagaimana diketahui, bahwa khitan termasuk sunnah Nabi Muhammad SAW dan petunjuk Nabi Ibrahim AS. Hal ini sudah cukup untuk mengatakannya sebagai keutamaan dan kemuliaan. Di samping nash-nash syariat yang sahih selalu sesuai dengan kenyataan secara ilmiah dan teruji bahwa khitan mempunyai nilai kesehatan. Dari berbagai kesesuaian ini perintah khitan datang dari syariat maupun dari ilmu kedokteran.
Bagi kehidupan manusia, kesehatan jelas sangat penting terlebih bagi fisik (lahiriyah) semata, tetapi yang utama adalah kesehatan hati dan akal. Kesehatan diperlukan orang untuk ibadah dan mendekatkan diri pada Allah SWT. Dengan demikian tanpa tubuh sehat orang tidak akan bisa menjalankan ibadah dan dia akan merasa berat menjalankannya.
Dalam kesehatan, mengandung nilai keimanan, ibadah, dan akhlak, karena kesehatan merupakan kunci atau prasyarat dalam mencapai dan mewujudkan ketiga hal tersebut. Seperti di terangkan dalam syair Arab; ”Akal yang sehat terdapat pada jiwa yang sehat”. Dengan demikian, bagaimana mungkin orang bisa menjalankan ibadah, mewujudkan keimanan, dan berakhlak baik, sedangkan akalnya tidak sehat. Begitulah pentingnya kesehatan bagi jiwa seorang manusia.

4. Nilai Pendidikan Seks
Ada tiga faktor yang menentukan kepentingan sunat (khitan) dalam Islam. Kepentingan tersebut adalah untuk membedakan orang Islam dengan orang non Islam, untuk kebersihan dan membantu manusia mengendalikan nafsu syahwat. Sunat menjadi penting dari segi kesehatan bahkan dari nafsu syahwat bisa mengendalikannya. Sunat menjadi penyeimbang antara nafsu binatang dengan tidak bernafsu sama sekali. Jika nafsu birahi melampaui batas maka orang akan sama dengan binatang. Sebaliknya jika tidak mempunyai nafsu tentu ia akan sama seperti benda-benda mati. Sunat menempatkan orang pada posisi pertengahan.
Para ulama’ berpendapat bahwa di dalam khitan terdapat kebersihan, kesucian, keindahan, keseimbangan tubuh serta pengaturan syahwat. Khitan membuat syahwat manusia seimbang. Oleh karena itu orang yang tidak berkhitan selalu tidak merasa puas dalam berhubungan seks. Islam tidak membiarkan syahwat itu dihidupkan selepas-lepasnya, tapi jangan terlalu dimatikan. Orang Islam diajarkan menghidupkan nafsu birahi dan syahwatnya serta mengendalikannya. Manusia yang menghadapi syahwatnya dapat disamakan dengan menghadapi dan menundukkan kuda. Mengendalikan syahwat menjadi mudah bagi laki-laki karena dia sudah dikhitan.
Bila dipahami secara mendalam, ternyata sunat mempunyai nilai pendidikan terutama pendidikan seks, misalnya perintah melaksanakan sunat, tanpa disadari bahwa sunat bisa menghindarkan anak melakukan onani. Kulup pada kelamin pengandung lendir-lendir yang bisa merangsang dzakar yang bisa mengakibatkan anak sering menggaruk-nggaruk penis dan sering mempermainkannya. Jadi sunat bermanfaat untuk membersihkan kotoran-kotoran yang ada pada kelamin.
Sunat/khitan diyakini secara signifikan mampu mengurangi resiko terjangkitnya AIDS. Studi terbaru menyebutkan bahwa penyakit mematikan itu dapat dilawan dengan cara khitan. Riset yang dilakukan di dua negara Afrika Selatan, yaitu Kenya dan Uganda menunjukkan bahwa pria yang telah di khitan memiliki sedikit kemungkinan untuk terinfeksi HIV jika melakukan hubungan seksual, dibanding dengan yang tidak melakukan khitan.
Pada dasarnya sunat mengajarkan anak menjadi dewasa. Faedah yang bisa didapat dari sunat dari sudut psikologis adalah anak merasa dirinya sudah Muslim dan dia wajib menutupi auratnya dan tidak boleh melihat aurat orang lain. Karena melihat aurat orang lain secara agama hukumnya haram. Aurat adalah bagian tubuh manusia yang harus ditutupi dan tidak boleh dilihat oleh orang lain. Dilihat dari sudut seksiologi, aurat ialah bagian tubuh yang sensitif, menimbulkan nafsu birahi bila dilihat.
Pendidikan seks merupakan modal utama bagi anak untuk menghadapi pergaulan bebas diusianya yang terus bertambah. Dengan pendidikan seks, setidaknya dapat memberikan rambu-rambu bagi mereka dalam bergaul di masyarakat, baik dari segi akhlak (prilaku) maupun sopan santunnya. Dengan itu pula, ia dapat memelihara dirinya dalam hal berpakaian, agar tidak menimbulkan syahwat bagi yang memandang. Agama menghendaki kehidupan yang beradab dengan pakaian yang tidak merangsang orang lain.
Pendidikan ini perlu ditanamkan pada anak sejak kecil. Tujuan pendidikan ini adalah anak menjadi tahu tentang kehidupan seks dan tak akan terjerumus ke lembah maksiat karena terlalu mengumbar hawa nafsu.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah penulis menyelesaikan pembahasan dalam skripsi ini, dapat diambil kesimpulan:
1. Pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian Muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2. Nilai-nilai pendidikan Islam yang perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, antara lain:
a. Nilai tauhid/akidah (keimanan)
Lima pola dasar nilai-nilai yang ditanamkan pada anak-anak adalah membacakan kalimat tauhid, mananamkan pencintaan pada Allah SWT, mengajarkan Al-Qur’an, menanamkan nilai perjuangan, dan pengorbanan
b. Nilai ibadah
Nilai-nilai ibadah yang perlu ditanamkan pada anak adalah mengajak anak ke tampat ibadah, memperkenalkan dan mengajarkan pada anak pentingnya ibadah.


c. Nilai akhlak
Nilai akhlak yang harus ditanamkan adalah tentang norma-norma atau aturan baik dan buruk sebagaimana yang telah digariskan oleh Al-Qur’an dan Hadits.
d. Nilai Kemasyarakatan
Mengajarkan etika dalam bermasyarakat, baik dari segi akhlak (prilaku) maupun sopan santun dan tata krama.
3. Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi Sedekah Kampung adalah:
1) Pendidikan Keimanan
Iman adalah pokok atau dasar-dasar manusia dalam hidup di dunia. Allah SWT telah memberi bibit keimanan yang benar pada anak yang baru lahir. Sunat/khitan, tamat ngaji, dan semarang adalah bentuk pelaksanaan keimanan pada Allah SWT. Tanpa iman anak tidak akan memotong kulitnya bahkan mengalirkan darah, karena inti dari sunat adalah iman. Begitu juga dengan tamat ngaji, tanpa adanya iman dalam hati tidak akan rela mereka bersusah payah belajar membaca Al-Qur’an dan menamatkannya hingga juz 30. Demikian juga dengan semarang, tanpa adanya rasa keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, mungkin saja bacaan shalawat yang mengiringi setiap arak-arakan dihilangkan.
2) Pendidikan Ibadah
Ibadah yang dilakukan dengan benar merupakan implementasi penghambaan diri kepada Allah SWT. Sunat/khitan mengajarkan anak untuk ibadah karena pandangan orang yang mengatakan bahwa sunat adalah awal kewajiban anak dalam syar’i. Anak yang disunat kebanyakan mencapai usia balig dan sudah menjadi mukallaf dan wajib dalam syariat agama. Begitu juga dengan tamat ngaji, yang dalam proses penamatannya memerlukan waktu yang panjang. Artinya dengan tamatnya seorang dalam membaca 30 juz Al-Qur’an menunjukkan bahwa seseorang tersebut telah mampu mengenal huruf-huruf Al-Qur’an, sehingga terpenuhi salah satu kewajiban dalam beribadah, khususnya dalam pelaksanaan shalat yang di dalamnya wajib membaca surat Al-Fatiha.
3) Pendidikan Kesehatan
Sunat/khitan adalah bentuk kesehatan yang dapat diterapkan pada anak-anak. Di dalamnya terdapat ajaran yang sangat dibutuhkan, yaitu sunat mengajarkan anak membersihkan alat kelamin. Dengan memotong kulup, anak akan terhindar dari beberapa penyakit kelamin. Sunat membiasakan hidup anak bersih dan teratur, karena ibadah (shalat) mensyaratkan kesucian.
4) Pendidikan Seks
Seks adalah persoalan hidup manusia, karena kebanyakan pemuda (termasuk anak-anak) tidak mengerti tentang seks Islami. Sunat mengajarkan anak akan pentingnya seks, karena di dalamnya mengajarkan anak untuk menahan syahwatnya. Sunat menjadi penyeimbang nafsu syahwat manusia.

B. Saran
Diharapkan studi tentang nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Sedekah Kampung ini dapat disempurnakan dengan mengadakan penelitian lebih lanjut dari sisi lain. Sehingga dapat memberikan gambaran lengkap pada tradisi Sedekah Kampung tersebut dalam skala yang lebih luas.
Sebagai generasi muda dan penerus cita-cita bangsa yang berkpribadian muslim, dengan sendirinya mempunyai kewajiban dan tanggungjawab akan kelangsungan agama, umat maupun masa depan bangsa. Untuk tegaknya ajaran Islam, terutama yang menyangkut akidah Islamiyah dan memberikan pembinaan bagi para pengunjung dan masyarakat sekitarnya agar tidak terjerumus pada perbuatan yang berbau syirik.























DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya. 1998. Departemen Agama RI, Semarang: Asy-Syifa
Abdullah, Irwan, dkk., (ed.). 2008. Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global, Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana UGM
Abdullah, Irwan. 2002. Simbol, Makna dan Pandangan Hidup Jawa: Analisis Gunungan pada Upacara Garabeg, Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional
Agus, Bustanudin. 2002. Islam dan Pembangunan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Aliyah, Samir. 2004. Sistem Pemerintahan, Peradilan & Adat dalam Islam, penerjemah: H. Asmuni, Jakarta: Khalifa
Al-Barik, Haya Binti Mubarak. 1423. Ensiklopedi Wanita Muslimah, penerjemah: Amir Hamzah Fachrudin, Jakarta: Darul Falah
Al-Barry, M. Dahlan. Y. dan L. Lya Sofyan Yacub. 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah, Surabaya: Target Press
Al-Fanjari, Ahmad Syauki. 1996. Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam, Jakarta: Bumi Aksara
Al-Marshafi, Saad. 1996. Khitan, penerjemah: Amir Zain Zakaria, Jakarta: Gema Insani Press
Aly, Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam, Ciputat: Logos Wacana Ilmu
Anshari, Endang Saefuddin. 2004. Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran tentang Paradigma dan Sistem Islam, Jakarta: Gema Insani Press
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara
Baid, Bahmi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan, Bangka: STAI YPTIB
Beratha, I Nyoman. 1982. Desa, Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa, Jakarta: Ghalia Indonesia
Dahri, Harapandi. 2009. Tabot: Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu, Jakarta: Penerbit Citra
Dawud, Abi. t.t. Sunan Abi Dawud, Jilid I, Baerut: Dar Al Fikr
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Bangka Barat. t.t. .Booklet Pariwisata Negeri Sejiran Setason
Eaton, Charles Le Gai. 2003. Zikir: Nafas Peradaban Modern, penerjemah: Zaimul Am, Bandung: Pustaka Hidayah
Ermiwati. 2007. “Dampak Adat Istiadat Terhadap Kehidupan Keagamaan Masyarakat Islam Suku Mapur Dusun Pejem Desa Gunung Pelawan Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka”, Skripsi, Fakultas Dakwah STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung
Geertz, Clifford. 2004. Tafsir Kebudayaan, penerjemah: Francisco Budi Hardiman, Yogyakarta: Kanisius
Hadi, Y. Sumandiyo. 2006. Seni dalam Ritual Agama, Yogyakarta: Buku Pustaka
Hakim, Atang Abdullah dan Jaih Mubarok. 2006. Metodologi Studi Islam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineka Cipta
Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi III, Yogyakarta: Rake Sarasin
Nata, Abuddin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama
Nata, Abuddin. 1999. Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Pemerintah Kabupaten Bangka. 2003. Selayang Pandang Kabupaten Bangka, Bangka
Sanaky, Hujair AH. 2000. Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insania Press bekerjasama dengan Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia
Saputra, Yahya Andi. 2008. Upacara Daur Hidup Adat Betawi, Jakarta Selatan: Wedatama Widiya Sastra
Shabir, Muslich. 2004. Terjemah Riyadhus Shalihin II, Semarang: PT Karya Toha Putra
Shihab, M. Quraish. 1999. Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan
Tim Penyusun. 2000. Provinsi Bangka Belitung; Jembatan Menuju Kesejahteraan Rakyat, Bangka: Presidium Pembentukan Provinsi Bangka Belitung
TIM P3M STAIN SAS. 2006. Pedoman Penulisan Skripsi, Sungailiat: P3M
Widodo. 2004. Cerdik Menyusun Proposal Penelitian Skripsi, Tesis dan Disertasi, Jakarta: Yayasan Kelopak
Zulkarnain, M.Pd. 2008. Transformasi Nilai-nilai Pendidikan Islam: Manajemen Berorientasi Link and Match, Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkulu
Zulkifli. 2007. Kontinuitas Islam Tradisional di Bangka, Sungailiat-Bangka: Shiddiq Press
______. 2008. Antropologi Sosial Budaya, Bangka: Shiddiq Press, bekerjasama dengan Penerbit Grha Guru Yogyakarta

Internet
http://bumisegoro.files.wordpress.com/2007/07/khitan-3.pdf (diakses tanggal 10 Agustus 2009)
http://www.lautanindonesia.com/forum/index.php?action=printpage;topic=5852.0 (diakses tanggal 10 Agustus 2009)
http://www.panyingkul.com, Home > Obyek Wisata Sulawesi Barat - Indonesia > Kabupaten Polewali Mandar > Wisata Upacara Adat / Ritual > Pesta Adat Sayyang Pattudu, Isnain, 19 Syawal 1429/Senin, 20 Oktober 2008 (diakses tanggal 07 November 2008)
http://www.mancung64’s.com., Theme: Andreas04 oleh Andreas Viklund. Blog pada WordPress.com. Membawa Cerita, “Cinta,” Budaya dan Mestika dari Bumi Persada, 02 Agustus 2008 (diakses tanggal 07 November 2008)
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0109/04/daerah/sema20.htm, Semangat Kundi Mempertahankan Adat, Kompas/rakaryan sukarjaputra, From: apakabar@saltmine.radix.net, Date: Tue Sep 04 2001 - 10:54:29 EDT, Selasa, 4 September 2001 (diakses tanggal 07 November 2008)
http://www.Joomla!.com. Rumah Belajar Psikologi, nilai, © 2007–2009 (diakses tanggal 27 April 2009)
http://www.bangkapos.com, Pesta Adat Perang Ketupat Tempilang 2008--Tampilkan Debus dan Pencak Silat, edisi: Sabtu, 21 Juni 2008, Topik: Seni-Budaya Sumber: Harian Pagi Bangka Pos - Hal: Community News BangkaPos_CyberMedia Gerbang Informasi Kepulauan Bangka Belitung.htm (diakses tanggal 21 Desember 2008)
http://www.antaranews.com, 02/09/07 22:05, Pesta adat perang ketupat di Desa Tempilang Kabupaten Bangka Barat Diminati Warga, Copyright © 2008 ANTARA (diakses tanggal 21 Desember 2008)
Mohammad Ahsanuddin, S.Pd, M.Pd.I, “Menggali Nilai-nilai Pendidikan Melalui Syi’ir Imam Syafi’i” dalam http://www.pro-ibid.com (diakses tanggal 27 April 2009)
Jurnal dan Majalah
H Zulkarnain Karim, ”Al-Barzanji” dalam Majalah Budaya Lawang, No. 02/th.I/Okt.–Nov, 2001
Leonard Sinegar, “Antropologi dan Konsep Kebudayaan” dalam Jurnal Antropologi Papua, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih, 2002

Wawancara
Wawancara dengan Kek Jemat, Desa Peradong di Ume (ladang)–nya, hari Sabtu tanggal 10 Januari 2009
Wawancara dengan Runi Pardi (Kepala Desa), di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 10 Januari 2009.
Wawancara dengan Sartoni (P2N), di Dusun Menggarau tanggal 11 Juli 2009.
Wawancara dengan Atok Pardi, di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 11 Juli 2009.
Wawancara dengan Nek Limah, di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 11 Juli 2009.
Wawancara dengan Acuhan, di Desa Pelangas tanggal 14 Maret 2009.
Wawancaara dengan Ana, di Dusun Menggarau tanggal 14 Maret 2009.


Lampiran Alat Pengumpul Data (APD)



APD ( ALAT PENGUMPULAN DATA)



A. Wawancara ini dilakukan dalam rangka mencari informasi yang jelas dan akurat tentang tradisi sedekah kampung di Desa Peradong dan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung di dalamnya.

B. Narasumber dan informan yang diwawancara diambil dari orang-orang yang berkompeten tentang tradisi sedekah kampung di Desa Peradong.

C. Pedoman Wawancara
1. Apa yang dimaksud dengan sedekah kampung ?
2. Kapan mulai dilaksanakannya sedekah kampung di Peradong ?
3. Mengapa dinamakan dengan sedekah kampung ?
4. Apa tujuan dilaksanakannya sedekah kampung di Peradong ?
5. Berapa hari pelaksanaan tradisi sedekah kampung di Peradong ?
6. Ritual-ritual apa saja yang terkandung dalam tradisi sedekah kampung di Peradong ?
7. Bagaimana jalannya ritual sedekah kampung di Peradong ?
8. Kapan pelaksanaan sedekah kampung di Peradong dalam setiap tahunnya dilaksanakan ?
9. Bagaimana dan dimana proses sedekah kampung di Peradong berlansung ?
10. Darimana proses sedekah kampung di Peradong dimulai ?
11. Melibatkan siapa sajakah dalam pelaksanaan sedekah kampung di Peradong ?
12. Apakah sedekah kampung yang dilakukan sekarang ini mengalami perubahan ataukah masih sama dengan sebelumnya ?
13. Apa pengaruh positif dengan dilakukannya sedekah kampung di Peradong ?
14. Apa pengaruh negatif dengan dilakukannya sedekah kampung di Peradong ?
15. Apakah tradisi sedekah kampung di Peradong perlu dilestarikan ? bila Ya apakah sebabnya ?
16. Apa saja pantangan atau larangan selama dilaksanakannya sedekah kampung di Peradong ?
17. Apakah konsekuensi atas pelanggaran terhadap pantangan tersebut ?
18. Apakah dilaksanakannya sedekah kampung berpengaruh bagi kehidupan beragama masyarakat Peradong ?
19. Apakah anda berpartisipasi dalam proses pelaksanaan sedekah kampung ?
20. Apakah sedekah kampung di Peradong dijadikan aset budaya ?
21. Apakah dukun kampung (tetua adat) harus turun temurun (satu keturunan) ?











Lampiran Catatan Pribadi (hasil wawancara lapangan)




Wawancara dengan Kek Jemat (Tetua Adat/dukun kampung)
Tanggal 10 Januari 2009, di Peradong (di ume (ladang)-nya)

“Sewaktu penduduk tersebut mulai melakukan penggarapan tempat mukim yang baru tersebut, banyak kayu-kayu (pohon) besar yang harus ditebang”. Kayu tersebut dikenal penduduk dengan sebutan kayeow Peradong yang besarnya sampai tige pelok (tiga pelukan orang dewasa). Untuk menebang kayu tersebut menurut tetua adat harus menggunakan/memberikan sesajen (sesembahan), berupa bubur puteh mirah ditambah dengan pulot item, dan telok ayem butet.”


”Kapong Peradong ik adelah kapong yang paling dulok kalei ade di wilayah kita suwat ik (di Kecamatan Simpang Teritip, Kelapa, Jebus dan sekitar Muntok)”.

”Dalam pelaksanaa upacara ini, terdapat beberapa pantangan yang harus dipatuhi oleh semua orang yang mengikuti jalannya upacara ritual ini, yaitu duduk di atas pagar, meletakkan jemuran/pakaian berupa apapun di atas pagar dan bermain senter. Menurut penduduk, apabila pantangan tersebut dilanggar, maka akan didatangi oleh makhluk-makhluk halus dan mengubahnya menjadi tepuler (kepala dengan wajah terbalik ke belakang). Untuk tetua adat selama acara berlangsung, tidak boleh makan dan minum (berpuasa).”


Wawancara dengan Runi Pardi (Kepala Desa Peradong)
Tanggal 10 Januari 2009, di Peradong

”Untuk peralatan yang digunakan masih menggunakan alat-alat tradisional, seperti daun sirih sebagai pencegah infeksi, pisau (bambu yang telah ditajamkan) sebagai alat pemotong, gunting, kapas, dan tali dari kain yang digunakan untuk mengikat sekaligus penahan bagi penis agar tidak bergerak. Setelah selesai, peserta sunat diarak keliling kampung dengan menggunakan kereta hiasan dengan berbagai macam variasi.”

”Setelah persiapan, seperti; batu persucian (taber) dan gaharu selesai, kemudian pada hari yang telah ditentukan tersebut, tetua adat dan masyarakat menyiapkan makanan dan minuman, serta buah-buahan, uang dan binatang peliharaan seperti; ayam dan bebek untuk diperebutkan setelah ritual upacara permohonan izin dilakukan. Semua peralatan telah dipersiapkan, kira-kira pukul 13.00 WIB siang dimulai dari balai adat, tetua adat bersama penduduk arak-arakan menuju Istana dengan diiringi semarang (selawatan barzanji) guna untuk meminta izin dan memulai pelaksanaan sedekah kampung.”

”Yang terlibat dalam pelaksanaan sedekah kampung adalah dukun, mudim (tukang sunat kampung), penghulu, dan pemerintah desa.”

”Tradisi yang masih dijalankan (dilaksanakan) di Desa Peradong hingga sekarang adalah sure, sedekah ruwah (nyepiang kubur), dan sedekah kampung. Dari ketiga tradisi tersebut, yang dimeriahkan/dirayakan adalah sure dan sedekah kampung.”


Wawancara dengan Sartoni (P2N Desa Peradong)
Tanggal 11 Juli 2009, di Dusun Menggarau

”Untuk pengamalan agama, dari segi akhlak masyarakat Desa Peradong tergolong rendah, artinya tingkat pengamalannya menengah ke bawah, sedangkan dari segi syariat, tergolong tingkat pengamalan menengah ke atas, artinya ada yang taat dan yang tidak taat.”

”Untuk bacaan/mantera ketika ritual permohonan izin melaksanakan sedekah kampung, dalam pengamatan Sartoni, setiap gerakan yang dilakukan oleh dukun (tetua adat) selalu diawali dengan kalimat basmalah dan diakhiri dengan kalimat thayyibah.”

”Menurut pemahaman orang kampung (masyarakat Desa Peradong), jika seseorang belum disunat, maka dia belum dianggap selam (Islam).”

Simpulan wawancara

Bahwa dalam sedekah kampung (pada pelaksanaan sunat), merupakan sebagai pembuktian akan keislaman seseorang, yang dalam pemahaman masyarakat Desa Peradong bagi anak yang belum disunat, maka ia belum dianggap Islam walaupun telah mengucapkan dua kalimat syahadat.

Dengan dilaksanakannya tamat ngaji secara masal dan dengan diarak keliling kampung, menimbulkan daya tarik dan motivasi bagi anak-anak lainnya yang belum betamat untuk lebih giat belajar dan membaca Al-Qur’an.




Wawancara dengan Atok Pardi (dikenal dengan Mang Pek)
Tanggal 11 Juli 2009, di Peradong

”Diceritakan oleh Atok Pardi, Desa Pangek, Air Nyatoh, dan Berang merupakan desa yang tanahya pemberian dari tanah milik Desa Peradong.”

”Pada waktu itu, untuk jabatan sebagai kepala desa masih mengguakan isltilah gegading. Nama-nama yang pernah menjabat sebagai gegading di Desa Peradong pada masa penjajahan Belanda hingga Jepang, adalah; 1) Kek Manar, 2) Kek Bakri, 3) Bang Cit dari Muntok, 4) Bang Oemar dari Muntok, 5) Kek Jakfar dan 6) Kek Muen. Untuk masa jabatannya tidak diketahui.”


Wawancara dengan Nek Limah
Tanggal 11 Juli 2009, di Peradong

”Bercerita, bahwa Kampung Peradong telah ada semasa penjajahan Belanda, namun beliau tidak mengetahui apakah Kampung Peradong telah ada sebelum penjajahan Belanda atau semasa penjajahan Belanda.”


Wawancara dengan Acuhan
Tanggal 14 Maret 2009, di Pelangas

”Periode jabatan kepala desa pada waktu itu selama 10 tahun, setelah tahun 2000 baru kemudian dengan 5 tahun periode jabatan. Untuk jabatan sebagai kepala desa di Desa Peradong pertama kali dijabat oleh Saidi (tahun 1978-1986), kemudian digantikan oleh anaknya Almin dengan masa dua periode jabatan (tahun 1986-1994 dan tahun 1994-2002), namun diperiode kedua tidak sampai habis masa jabatan. Ia digantikan oleh Piker sebagai pengganti sementara (Pgs) selama satu tahun (1999-2000), kemudian dilanjutkan oleh Roni (Pgs) selama dua tahun (2000-2002).”